Salib Kristus merupakan demonstrasi terbesar dari kasih Allah ([Rom 5:8: "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."])
Karakter teragung dari demonstrasi ini terletak pada harga yang tak ternilai dari pengorbanan yang dikerjakan itu. Harga yang tak ternilai inilah yang Paulus lihat ketka ia menulis: "Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" [Rm 8:32].
Tidak ternilainya pengorbanan ini menjamin keagungan kasih dan menjadi jaminan bagi tersedianya semua karunia cuma-cuma lainnya bagi kita.
Namun demikian kita perlu bertanya: jika tidak ada suatu keharusan bagi harga yang tak ternilai tersebut, maka apakah salib Kristus masih bisa menjadi peragaan tertinggi dari kasih Allah? Bukankah satu-satunya dasar di mana salib Kristus dapat ditujukan kepada kita sebagai peragaan terbesar kasih Ilahi adalah keseriusan yang terlihat dari tuntutan mutlak pengorbanan Anak Allah?
Berdasarkan asumsi itu kita dapat mengerti penekanan Yohanes: "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita." (1 Yoh. 4:10). Tanpa itu kita kehilangan elemen yang mutlak untuk bisa mengerti makna Kalvari dan keindahan kasih-Nya yang agung kepada kita manusia ini.
(dari buku "Penggenapan dan Penerapan Penebusan" [Surabaya: Momentum])