Disiplin merupakan tanda keabsahan. Inilah bukti bahwa ayah kita memedulikan kita. Ia memikirkan cara untuk membentuk kita menjadi dewasa seperti yang ia harapkan. Hal ini berlaku juga dalam hal rohani. Kita perlu didisiplin oleh Bapa sorgawi.
Mengapa kitab Ibrani menekankan disiplin? Karena orang Kristen waktu itu (juga kita) cenderung melupakan faktor mendasar dalam kehidupan Kristen (Ibr. 12:5). Melihat penderitaan yang dialami orang-orang Kristen Ibrani ini, hal itu tampak sebagai hal yang tak mungkin boleh terjadi (lihat 10:32-34), tetapi justru sebaliknyalah yang benar. Kita sering terkejut bahkan seolah kehilangan arah, ketika mengalami disiplin yang menyakitkan dalam perjalanan kita sebagai musafir. Ketika kita memasuki tahap kehidupan yang baru, kita secara keliru menganggap bahwa ujian yang pernah kita alami telah menjadi masa lalu. Tetapi Allah tidak berpendapat demikian.
Apa yang terjadi ketika kita lupa bahwa disiplin merupakan bahan baku bagi kehidupan Kristen yang kokoh? "Engkau telah melupakan kitab suci" kata penulis Kitab Ibrani, "dan sudah lupakah kamu akan nasehat yang berbicara kepada kamu seperti kepada anak-anak?" (12:5). Dalam kasus tertentu kita bahkan bisa menganggap penulis Ibrani berkata bahwa kita telah mengabaikan Kitab Suci. Tetapi, bila kita telah jauh dari jalan pertumbuhan rohani kita dengan pasti mengetahui bahwa Alkitab telah mengajarkan bahwa kita sedang berada di jalur pemuridan; kita sedang mendaki apa yang oleh John Bunyan disebut sebagai "bukit kesulitan". Namun sayangnya, kita sering melupakan hal ini! Kita perlu terus diingatkan tentang pola hidup kekristenan, yang di dalamnya mencakup pendisiplinan.
Fakta ini sering mematahkan semangat anak-anak Allah. Tetapi penulis Ibrani mengatakan bahwa menurut Alkitab, disiplin dan hajaran adalah sarana untuk "membangun semangat" kita.
Bagaimana hal ini mungkin? Kesadaran bahwa Allah mendisiplin semua anak-Nya memampukan kita untuk menanggungnya. Disiplin adalah bukti kepedulian, kerinduan dan hasrat-Nya agar kita bertumbuh dalam anugerah-Nya. Kalau bukan karena ajaran Kitab Suci, maka ujian yang kita alami mungkin membuat kita berpikir bahwa Allah membenci kita. Tetapi yang benar justru sebaliknya. Sebagai Bapa, Ia membuat segala sesuatu bekerja bersama-sama "untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah" (Rm 8:28).
(dari buku "Anak-Anak Allah Yang Hidup" [Surabaya: Momentum])