Adopsi bukan perubahan natur melainkan perubahan status. Tanpa kebenaran ini, kita akan kehilangan makna adopsi. Demikian juga, apabila kita menganggap adopsi didasarkan pada perbuatan kita, atau keberadaan diri kita, maka kita sedang membahayakan keyakinan kita tentang hubungan kita dengan Allah sebagai Bapa. Sebaliknya, adopsi merupakan suatu deklarasi dari Allah tentang kita. Adopsi tak dapat diubah, bergantung sepenuhnya pada pilihan-Nya yang penuh kemurahan, yang olehnya Ia berkata: "Engkaulah anakku, pada hari ini aku menjadikanmu sebagai anggota keluarga-Ku".
Kita tidak memandang diri kita sendiri, kita mungkin tidak melihat tanda-tanda hubungan kekeluargaan itu secara sempurna. Mungkin kita akan tergoda untuk menjadi putus asa karena tidak mampu hidup berpadanan dengan panggilan ini. Tetapi jaminan atas hubungan kita dengan Allah tidak terletak pada diri kita, melainkan pada kenyataan bahwa hanya melalui iman di dalam Kristus, kita menjadi anak Allah (Gal. 3:26). Kita diadopsi di dalam Kristus, kita menjadi anak Allah (Gal. 3:26). Kita diadopsi ke dalam keluarga kerajaan Allah melalui kebangkitan Kristus dari kematian, yang dengannya Ia membayar segala hutang dosa kita. Status lama kita terbaring di dalam kubur-Nya. Status baru menjadi milik kita melalui kebangkitan-Nya.
bersambung...
(dari buku "Anak-Anak Allah Yang Hidup" [Surabaya: Momentum])