Kamis, 19 Maret 2015

Jangan Mengeluh Yah...

Mari kita jangan mengeluh untuk apapun.

Mengeluh berarti...

Kita tidak percaya pemeliharaan Allah dalam hidup kita...

Kita tidak bersyukur untuk berkat-berkat Allah yang sudah kita terima...

Kita hanya mau menerima yang enak tetapi tidak mau menerima yang sulit...

Kita tidak mau belajar sabar dalam kesulitan...

Kita tidak menghargai kebaikan-kebaikan Allah yang jauh lebih banyak dari kesulitan kita...

Mari kita belajar bersyukur dalam segala keadaan...

Senin, 16 Maret 2015

Pdt. Stephen Tong: Pengantar Teologi Kontemporer

Pada zaman Pencerahan di Eropa, telah timbul aliran empiriksisme di Inggris dan aliran rasionalisme di Prancis, Belanda dan Jerman. Kedua aliran itu sangat memukul kepercayaan-kepercayaan agama tradisional pada waktu itu. Oleh karena itu, kepercayaan agama sangat bergantung kepada wahyu Allah, sedangkan Pencerahan menganggap manusia sudah mencapai kedewasaan untuk mengethaui segala bidang pengetahuan.

Dengan kata lain, mereka berpendapat bahwa tanpa penyataan Allah, yaitu hanya melalui rasio, sudah cukup bagi manusia untuk dapat menjawab segala persoalan dan menemukan segala kebenaran. Apabila pernyataan itu benar, maka suatu pertanyaan yang besar adalah "di manakah tempatnya kekristenan?" Berkenaan dengan hal ini, maka ada tokoh-tokoh pemikir yang berusaha menolong atau menyelamatkan kekristenan dari kesulitan-kesulitan semacam itu.

Kant menggolongkan kekristenan dan nilai kekristenan di bawah wilayah moral, sedangkan Schleiermacher menggolongkan kekristenan di bawah wilayah perasaan dan Albrect Ritschol menempatkan kekristenan di bawah nilai. Persamaan dari tokoh-tokoh itu, termasuk Adolf von Harnack dan Hermann, ialah meniadakan kebutuhan wahyu sebagai sumber dasar dan standar untuk mengenal Allah.

Itulah bahaya yang mengancam teologi pada abad ke 19, namun orang yang sungguh setia kepada Tuhan mengetahui bahwa kemungkinan untuk mengenal pengetahuan dalam dunia alam semesta telah diberikan oleh Tuhan pada waktu Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, di mana salah satu aspek yang diberikan adalah ialah sifat rasio, sehingga manusia dapat menemukan pengetahuan alam. Tetapi dalam hal pengenalan terhadap Allah, manusia hanya diberi kemungkinan untuk mengetahui keberadaan-Nya, sedangkan untuk mengetahui rencana Allah, keselamatan Allah, manusia tidak dapat mengetahuinya selain melalui pernyataan Allah.

Dengan demikian pengenalan terhadap Allah merupakan suatu ilmu khusus yang melampaui kemungkinan manusia untuk mengenal Allah, di mana untuk pengenalan terhadap Allah membutuhkan suatu keharusan yaitu Allah yang menyatakan diri kepada manusia.

Pada abad ke 20, berdasarkan pemikiran di atas, Karl Barth dan Brunner menganggap penyataan adalah kunci untuk mengenal Allah. Penyataan ini sangat serupa dengan teologi Reformasi. Teologi perlu memutar arah dan membanting stir sehingga bisa mendapatkan suatu dasar yang lebih kuat lagi. Namun konsep Allah dan konsep penyataan dari Karl Barth sangat terpengaruh oleh Soren Aaby Kierkegaard dari Denmark. Oleh karena itu, dalam usaha untuk menyelamatkan teologi keluar dari kebahayaan liberalisme, mereka tetap tidak berdiri di atas dasar yang kuat, yang pernah diberikan oleh Martin Luther dan Calvin, sehingga usaha untuk kembali ke Alkitab belum tuntas.

Sejak Karl Barth, kita dapat melihat aliran-aliran lain yang menjadi pokok aliran dalam dunia teologi, yang makin kacau dan makin menyimpang dari otoritas Alkitab. Meskipun setiap aliran teologi itu mempunyai sumbangsih dan kreatifitas tertentu, namun penyimpangan dari Alkitab dapat kita lihat dengan jelas. Maka sebagai orang Kristen yang berkecimpung dalam dunia teologi, atau orang Kristen awam yang tertarik kepada doktrin, seharusnya berjaga-jaga dan mendapat pedoman lebih lanjut untuk dapat menganalisa dan dapat membeda-bedakan ajaran mana yang setia dan ajaran mana yang menyimpang.

(dari buku Harvey Conn, "Teologi Kontemporer" [Malang: Literatur SAAT])

Rabu, 11 Maret 2015

J. I Packer: Bagaimana Kita Memuliakan Allah?

Kita memuliakan Allah. Kita melakukannya dengan menanggapi pernyataan kasih karunia-Nya:

Pertama, melalui penyembahan dan puji-pujian. "Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku (Mzm. 50:23); "Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya" (Mzm. 96:8); "Memuliakan Allah karena rahmat-Nya" (Rm. 15:9).

Kedua, dengan mempercayai firman-Nya. "Dasar firman-Mu adalah kebenaran" (Mzm. 119:160); "Segala firman-Mulah kebenaran" (2 Sam. 7:28).

Ketiga, dengan mempercayai janji-janji-Nya (dengan cara ini Abraham memuliakan Allah, Rm. 4:20, dst).

Keempat, dengan mengakui Kristus sebagai Tuhan "Bagi kemuliaan Allah Bapa" (Flp. 2:11).

Kelima, dengan menaati hukum Allah. "Buah kebenaran" adalah "memuliakan dan memuji Allah" (Flp. 1:11).

Keenam, dengan tunduk pada penghukuman-Nya yang adil atas dosa-dosa kita (maka Akhan memuliakan Allah, Yosua 7:19 dst).

Ketujuh, dengan berusaha mengagungkan Dia (yang berarti membuat diri sendiri kecil) dalam hidup kita sehari-hari.

(dari buku "Rencana Allah Bagi Anda" [Surabaya: Momentum])

Kamis, 05 Maret 2015

R.C Sproul: Salib Kristus: Murka Paling Mengerikan

Pernyataan murka dan keadilan Allah yang paling kasar terlihat di kayu salib. Jika seseorang pernah mempunyai kesempatan untuk mengeluh tentang ketidakadilan, maka orang itu adalah Yesus. Ia adalah satu-satunya manusia yang tidak berdosa yang pernah dihukum oleh Allah. Jika kita terguncang tentang murka Allah, biarlah kita terguncang di salib. Di sinilah keheranan kita seharusnya terfokus. Jika kita mempunyai perkara kebiadaban moral, biarlah itu terarah ke Golgota.

Salib adalah contoh murka Allah yang paling mengerikan dan sekaligus paling indah. Salib adalah tindakan paling yang paling adil dan paling penuh kemurahan dalam sejarah. Allah akan lebih dari sekedar tidak adil, Ia akan bersikap kejam karena menghukum Yesus jika Yesus tidak tidak terlebih dahulu bersedia menanggung dosa dunia. Begitu Kristus telah melakukan itu, begitu Ia bersuka rela menjadi Anak Domba Allah, menanggung dosa kita, sehingga Ia menjadi hal yang paling fantastis dan paling kotor di planet ini. Dengan beban dosa terkonsentrasi yang dipikul-Nya, Ia menjadi benar-benar menjijikan bagi Bapa.

Allah mencurahkan murka-Nya atas hal yang kotor ini. Allah membuat Kristus menjadi terkutuk karena dosa yang dipikul-Nya. Di sinilah, keadilan Allah yang kudus termanifestasikan secara sempurna. Namun itu dilakukan bagi kita. Ia mengambil apa yang dituntut oleh keadilan dari kita. Aspek "bagi kita" dari salib inilah yang menunjukkan keagungan anugerah-Nya. Pada waktu yang sama Allah menunjukkan keadilan dan anugerah, murka dan kemurahan. Hal ini terlalu mengherankan untuk bisa dipahami.

(dari buku "Kekudusan Allah" [Batam: Gospel Press])