Kamis, 12 Februari 2015

Matthew Henry: Tugas Manusia Di Dunia

[Kejadian 2:15: "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu."]

Bagaimana Allah menentukan usaha dan pekerjaan manusia itu. Allah menempatkan Adam di situ, bukan seperti menempatkan Lewiatan di dalam air supaya bisa bermain di situ, melainkan supaya menghiasi taman itu dan mengurusnya. Firdaus itu sendiri bukanlah tempat supaya ia bisa bebas dari pekerjaan. Perhatikanlah di sini,

Pertama, tidak seorangpun dari kita yang dihadirkan di dunia ini untuk bermalas-malasan. Dia menciptakan kita lengkap dengan jiwa dan tubuh, telah memberi kita sesuatu untuk dikerjakan. Dan Dia yang memberi kita bumi ini untuk ditempati telah menyediakan sesuatu bagi kita untuk dikerjakan. Jika keturunan bangsawan, harta berlimpah, daerah kekuasaan yang luas, ketulusan sempeurna, kecondongan untuk bersaat teduh, atau keluarga kecil mampu memberi manusia izin untuk bersenang-senang, Adam tidak akan diberi tugas untuk bekerja. Namun, Dia yang telah menjadikan kita juga telah memberi kita tugas untuk melayani Dia dan angkatan kita, serta mengerjakan keselamatan kita. Jika kita melalaikan tugas, kita tidak layak menerima keberadaan kita serta pemeliharaan-Nya.

Kedua, pekerjaan dunia akan berhasil dengan baik apabila dikerjakan dengan ketulusan dan hidup bersekutu dengan Allah. Sementara berada di dunia ini, anak-anak Tuhan serta pewaris sorga mempunyai sesuatu untuk dikerjakan dengean bumi ini, yang patut menerima waktu dan pikiran mereka ini. Jika mereka melakukannya sambil mengingat Allah, mereka juga beribadah kepada-Nya sama seperti ketika mereka sedang berlutut.

Ketiga, panggilan seorang petani merupakan panggilan terhormat yang berlaku sejak zaman dahulu, yang dibutuhkan bahkan di taman Firdaus. Taman Eden yang meskipun tidak perlu dibersihkan dari gulma atau rumput liar (sebab ketika itu tanaman berduri belum menjadi gangguan) tetap saja harus ditata dan dipelihara. Alam, bahkan dalam keadaaan paling awalsekalipun, menyisakan ruang untuk meningkatkan keterampilan dan ketekunan. Ini adalah panggilan yang pantas dalam keadaan tanpa dosa, untuk membuat pembekalan bagi kehidupan dan bukan untuk hawa nafsu, serta memberi manusai kesempatan untuk mengagumi Sang Pencipta sambil mengakui pemeliharaan-Nya. Sementara tangannya sibuk mengurus pepohonan, hatinya bisa tetap bersama Allah. 

Keempat, terdapat sukacita sejati dalam panggilan untuk melaksanakan tugas yang dberikan Allah kepada kita. Tugas Adam sama sekali bukan menjadi beban melainkan justru menambah kesenangan di taman firdaus. Ia tidak akan bahagia seandainya bermalas-malasan. Hukum ini masih saja berlaku: orang yang tidak mau bekerja tidak berhak untuk makan (2 Tes. 3:10; Ams. 27:23).

(Tafsiran Kitab Kejadian [Surabaya: Momentum])

Selasa, 03 Februari 2015

John Stott: Istri Tidak Tunduk Kepada Bajingan; Suami Mengasihi Seperti...

[Efesus:
5:22  Istri, tunduklah kepada suamimu, seperti kepada Tuhan.
5:23  Sebab suami adalah kepala atas istrinya, sama seperti Kristus pun menjadi kepala atas jemaat dan Ia sendirilah juga Raja Penyelamat bagi jemaat yang menjadi tubuh-Nya.
5:24  Sama seperti jemaat juga tunduk kepada Kristus, begitu pun dalam segala hal istri harus tunduk kepada suami.
5:25  Suami, kasihilah istrimu, sama seperti Kristus mengasihi jemaat serta mengurbankan diri-Nya untuk jemaat itu.]

Tuturan Paulus bukanlah "istri tunduk, suami tuan" melainkan "istri tunduk, suami mengasihi". Memang, dalam setiap zaman dan kebudayaan pernah ada suami yang kejam, sehingga ada kalanya istri terpaksa melawan otoritas suami demi bisikan hati nuraninya. Paulus mengemukakan citra ideal Kristen, tapi ia tidak menyangkal bahwa ada orang yang tidak mencapai citra ideal itu. Para penafsir senantiasa memahaminya. Dan tentang itu Calvin berkata, "Suami... janganlah berlaku kejam terhadap istrinya atau berpikir bahwa ia dapat dan bebas memperlakukan istrinya 'semau gue', karena otoritas suami haruslah otoritas sahabat yang mengayomi, bukan otoritas raja lalim".

Tiga kali Paulus mengulangi tuturannya: hai suami kasihilah istrimu (ay 25); suami harus mengasihi istrinya (ay 28); bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah istrimu (ay 33). Dan jika sebagai kepala, suami mengasihi istrinya dengan kasih yang mengayomi dan tanggung jawab penuh, tentu sang istri akan menanggapinya dengan tunduk dalam cinta kasih yang tulus. Jadi, bila suami ingin memperoleh ketundukan istrinya, jalan satu-satunya untuk itu ialah harus tunduk mengasihi dan mengayomi istrinya.

Jika tuntutan "tunduk" bagi istri dianggap terlalu berat, jauh lebih berat lagi tuntutan bagi suami. Sebab suami wajib mengasihi istri dengan kasih Kristus, yang jauh lebih dalam dan luhur dibandingkan cinta romantis dan agresif lagi berahi, yang seringkan dinyanyikan dalam lagu-lagu populer dewasa ini. Dan apabila tanggung jawab suami untuk mengasihi ditekankan tiga kali, demikian juga juga tuntutan supaya suami meneledani Kristus. Suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat (ay 23); suami wajib mengasihi istri sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat (ay 25); suami harus mengasuh dan merawat istri sama seperti Kristus terhadap jemaat (ay 29). Jadi sebagai kepala, kasih dan penyantunan suami terhadap istri haruslah serupa dengan kasih dan pemeliharaan Kristus terhadap jemaat.
...
Inilah pengorbanan diri secara total dan tulus.

(dari Tafsiran Efesus, "[YK Bina Kasih OMF])