Orang non Kristen percaya apapun yang diketahui manusia, diketahuinya di luar Allah. Pikiran manusia bukan seperti lampu listrik yang memerlukan arus listrik untuk bercahaya tetapi seperti lampu minyak yang mempunyai energinya sendiri. Orang Kristen percaya segala sesuatu gelap jika wahyu Allah tidak bersinar. Kita tidak dapat melihat fakta apapun tanpa terang ini. Dengan demikian, guru-guru non-Kristen kadang-kadang menganggap dirinya memiliki dan mengetahui "fakta" sehingga mereka dapat mengajarkannya, tetapi kemudian ketika melihat bahwa "fakta" itu sebenarnya berada dalam kegelapan, mereka akan menyerah dalam keputusasaan. Sebaliknya guru-guru Kristen menyadari tidak ada satu "fakta" pun yang dapat sungguh-sungguh diketahui dan kemudian diajarkan jika tidak ditempatkan di bawah terang Wahyu Allah. Bahkan hukum-hukum aritmetika pun tidak dapat diketahui dengan cara lain.
Kita perlu lebih memahami perbedaan-perbedaan dasar ini. Karena jika tidak, kita tidak akan pernah memiliki sekolah Kristen yang sesungguhnya. Memahami perbedaan-perbedaan ini tidak berarti kita harus lebih banyak mengajar agama secara langsung dibandingkan mata pelajaran lain. Jika kita mengajarkan agama secara tidak langsung di berbagai tempat dan kesempatan, mungkin kita justru memerlukan lebih sedikit waktu untuk mengajar agama secara langsung. Memahami perbedaan ini berarti rencana kurikulum harus berpusat pada Allah. Manusia ada untuk Allah. Tetapi segala sesuatu di alam semesta ciptaan ini ada untuk manusia. Dari perspektif ini, kurikulum harus [berorientasi pada orang - terjemahan Antonius]. Karena hanya dengan demikian, kurikulum dapat berpusat pada Allah.
Orang non-Kristen percaya bahwa kepribadian anak dapat berkembang paling baik jika tidak ditempatkan berhadapan dengan Allah. Orang Kristen percaya kepribadian anak tidak dapat berkembang sama sekali jika tidak ditempatkan berhadapan dengan Allah. Pendidikan non-Kristen menempatkan anak dalam kekosongan. Dalam kekosongan, si anak diharapkan bertumbuh. Akibatnya anak itu mati. Hanya pendidikan Kristen yang sungguh-sungguh memupuk kepribadian anak karena hanya pendidikan Kristenyang memberikan si anak udara dan makanan.
Orang non-Kristen percaya bahwa otoritas merusak pertumbuhan anak. Orang Kristen percaya bahwa tanpa otoritas, anak sama sekali tidak dapat hidup. Orang non-Kristen mengakui otoritas "ahli" tetapi itu bukan otoritas yang sebenarnya.Orang Kristen menginginkan otoritas yang didasarkan pada pemikiran bahwa Allah adalah Pencipta manusia dan Kristus adalah Penebus manusia.
Kita telah melihat bahwa antitesis menyentuh setiap fase dalam pendidikan. Berusaha untuk menjalankan ide antitesis di satu hal dan menolaknya di hal lain sama saja dengan membuang tenaga dan uang Anda. Kita tidak dapat melakukannya.
(dari buku "Dasar Pendidikan Kristen" [Surabaya: Momentum])