Rabu, 27 Februari 2013

Agustinus dari Hippo: Pertobatan dari Nafsu Seksual

[Sebagaimana kita tahu, bapa Gereja Agustinus (354-430) hidup bertahun-tahun dalam hubungan seksual di luar pernikahan dengan kekasihnya. Berikut ini kesaksian pribadinya]

Awan nafsu seksual lumpur kedagingan memenuhi udara. Dorongan tidak menentu dari masa pubertas membingungkan dan menutupi hatiku hingga tidak dapat membedakan antara cinta yang tulus dan nafsu kegelapan. Kebingungan di antara dua hal itu bergejolak dalam diriku. Hal itu menawan kelemahan masa mudaku, menelanku dalam bahaya keinginan yang menenggelamkan diriku dalam pusaran perilaku tidak bermoral...

Saat saya mengatakan ini dan meratap dalam pergumulan pahit dalam hatiku, tiba-tiba saya mendengar sebuah suara dari rumah tetangga berulang-ulang sepertinya suara anak laki-laki atau perempuan (saya tidak tahu), berkata dan mengulanginya berkali-kali, "ambil dan bacalah, ambil dan bacalah...". Saya menghapus air mata dan berdiri. Saya menerjemahkan hal itu hanya sebagai suatu perintah ilahi pada saya untuk membuka buku [Alkitab] dan membaca bab pertama yang akan saya temui... Maka saya bergegas kembali ke tempat di mana Alypius [teman Agustinus yang bersamanya] duduk. Di sana saya meletakkan buku Kisah Para Rasul ketika saya bangun. Saya menjangkaunya, membukanya dan dalam keheningan membaca kalimat pertama yang tertangkap oleh mata saya: "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya" (Roma 13:13-14). Saya juga tidak berkehendak merasa perlu untuk membaca lebih lanjut. Saat itu juga, dengan kata terakhir dari kalimat ini, seperti ada cahaya yang melepaskan dari segala keraguan masuk membanjiri hatiku. Semua bayang-bayang keraguan lenyap.

[Agustinus menganggap pengalamannya adalah hanya karena anugerah Allah, yaitu karunia cuma-cuma dari Allah dan bukan karena hasil usaha manusia. Ia menyatakan Allah telah menghidupkan seluruh panca indera spiritualnya - mendengar, melihat, mencium, merasa, dan menyentuh]:

Engkau [Tuhan] memanggil dan berteriak keras dan memecahkan ketulianku. Engkau bersinar dan memancar, Engkau mengusir kebutaanku. Engkau wangi, dan aku menarik nafasku dan sekarang ingin mencium lebih lagi wangiMu. Aku merasakan Engkau, dan saya tidak merasakan hal lain selain lapar dan haus akan Engkau. Engkau menyentuhku, dan saya dibakar untuk memperoleh kedamaian yang adalah kepunyaan Engkau.

(dari buku Confessions yang dicuplik oleh John Stott, dalam "Mengapa Saya Seorang Kristen")