Selasa, 14 Mei 2013

Pdt. Stephen Tong: Bahaya Perceraian

Terimalah [fakta pernikahan] sebagai fakta yang sudah anda pilih, dan dengan iman kepercayaan kepada Tuhan, mohonlah pertolongan Tuhan untuk memperbaiki pribadi kalian masing-masing. Setiap pribadi harus memiliki mental memperbaiki, bukan bercerai. Selama saya menikah, belum pernah sedetikpun tebersit dalam pikiran saya untuk bercerai.

Pokoknya sampai mati harus setia kepada janji kita di hadapan Tuhan. Dengan rasa takut kepada Tuhan, kita harus senantiasa berupaya untuk memperbaiki, karena cinta mengharapkan segala sesuatu, menampung segala sesuatu, dan percaya segala sesuatu. Cinta itu tidak berkesudahan (1 Kor. 13:1-13).

Janji suami istri di hadapan Tuhan adalah suatu perjanjian yang bersifat sangat kudus. Oleh karena itu, di dalamnya ada tanggung jawab yang sangat besar dan serius. Setiap pihak harus menjaga janji ini dan bersikap hormat kepada Tuhan, dengan berusaha untuk hidup berlandaskan prinsip-prinsip kebenaranNya. Dan ketika menghadapi berbagai kesulitan, setiap pihak harus berusaha dengan penuh pengharapan kepada Tuhan untuk bisa mengatasinya. Janganlah kita mengikuti pola hidup orang kafir yang kemudian mencari alasan untuk bercerai dan menikah lagi. Cara sedemikian bukanlah cara orang Kristen. Anak-anak Tuhan memiliki suatu penilaian tradisional yang sesuai dengan firman Tuhan. Maka, kita harus belajar hidup setia sampai mati.

Banyak keluarga memiliki pikiran yang sangat dangkal. Jika kamu tidak cocok dengan saya dan saya tidak cocok dengan kamu, maka kita bercerai. Mereka pikir perceraian adalah solusi. Perceraian adalah batu sandungan bagi hidup masa depan. Memang mungkin ketika muda, mata anda kurang jeli dan merasa kurang dalam memilih dengan bijaksana. Tetapi ketika anda memutuskan untuk bercerai, itu merupakan kesalahan yang lebih besar dari yang pertama.

(dari buku "Tahta Kristus Dalam Keluarga", [Surabaya: Momentum, 2011])