Keempat, Alkitab memberikan indikasi bahwa pemimpin bangsa adalah gembala rakyat. Hal ini ternyata dari banyak bagian Alkitab. Yehezkiel 34 menyebut pemimpin Israel sebagai gembala. Metafora gembala kini hanya ditujukan bagi hamba Tuhan dan masyarakat terutama orang Kristen lupa menerapkannya bagi pemimpin bangsa. Gembala yang baik adalah gembala yang mengenal setiap dombanya, yang memberikan nyawanya bagi dombanya, yang menemani dombanya di lembah kekelaman, yang menjamin dombanya tidak lapar, tidak haus, tidak sakit dan tidak sesat. Hal inilah yang dinyatakan oleh Daud dalam Mazmur 23. Tatkala domba dalam bahaya dan dalam penderitaan, gembala ada bersama-sama mereka.
Kelima, pemimpin bangsa menurut Markus 10 adalah hamba bagi rakyat. Markus 10:42-44: "Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya." Pemerintahan seharusnya tegas menegakkan hukum tetapi pemerintah tidak boleh menindas rakyat dengan kuasa tangan besi a ala diktator atau tirani atau pemerintahan totalitarian.
Keenam, pemimpin bangsa yang bersifat gembala adalah pemimpin yang menjadi teladan. Tanpa keteladanan rakyat akan mengalami konflik antara telinga dan mata mereka. Dari telinga mereka mendengar perintah tetapi mata mereka tidak melihat teladan. Sebaliknya, pemimpin yang memiliki teladan yang baik, menggerakkan rakyat untuk taat kepada perintah. Mengapa rakyat enggan beralih dari BBM subsidi? Karena pejabat-pejabat menggunakan BBM bersubsidi untuk mobil mewah mereka. Sejak pemerintah menerapkan aturan agar mobil dinas tidak lagi menggunakan BBM bersubsidi, rakyat bisa lebih menerima kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Ketujuh, pemimpin bangsa yang baik adalah pemimpin yang tidak mengeruk uang rakyat. Pemimpin akan mengeruk uang rakyat, paling tidak karena dua sumber. Pertama, pemimpin yang menggunakan banyak uang untuk meraih jabatan. Ia akan mengeruk uang rakyat untuk mengembalikan modalnya. Kedua, pemimpin yang hidup mewah. Ketika rakyat menderita, tetapi pemimpin hidup mewah maka rakyat akan mulai berpikir untuk berevolusi. Inilah yang merupakan salah satu sumber revolusi dalam sejarah.