Selasa, 22 April 2014

Paul D. Tripp: Jujur Kepada Pasangan? (1)

Jadi, bagaimana tampaknya bila menganggap serius anugerah pengakuan, untuk mengungkapkan masalah yang telah lama diketahui dan pengakuan yang jujur sebagai kebiasaan dari sebuah pernikahan? Ini adalah kebiasaan sehari-hari dari gaya hidup pengakuan. 

Pertama, kami akan jujur dengan penuh kasih. Pengakuan membutuhkan kejujuran. Hal ini membutuhkan kerelaan untuk mendekati orang lain ketika dia berlaku atau berbicara dengan cara yang Allah katakan salah. Kita harus berkomitmen untuk berurusan dengan masalah-masalah seperti itu dengan cara yang didorong oleh kasih dari keserupaan dengan Kristus. Ini berarti bahwa sebelum kita dapat berbicara mengenai masalah hati orang lain, kita pertama-tama perlu berhadapan dengan luka, kemarahan, dan kepahitan dari hati kita sendiri. Ingat, kebenaran yang tidak diutarakan dalam kasih tidak akan berguna karena pesannya menjadi terpelintir dan menyimpang oleh emosi dan agenda manusia yang lain. Ketika kita mendekati pasangan kita, kita sedang berusaha menolong dia melihat apa yang Allah ingin dia lihat. Ingat, kita tidak dapat mengaku apa yang tidak kita lihat. 

Kedua, kami akan rendah hati ketika disingkapkan. Kerendahan hati ketika kita didekati oleh orang lain, berarti kerelaan untuk mempertimbangkan. Hal ini berarti mendiamkan suara-suara dari sistem pembelaan batin kita. Hal ini berarti mengingat kita belum sampai, kita masih orang berdosa yang membutuhkan anugerah sehari-hari dan pada saat ini kita dikasihi oleh Penebus kita. Kerendahan hati berarti kerelaan untuk melihat di cermin Firman Allah dan bersukacita bahwa apa pun yang kita lihat sudah ditutup oleh darah Yesus. 

bersambung...

(dari buku "Apa Yang Anda Harapkan? Menebus Realitas Pernikahan" [Surabaya: Momentum])