"Keangkuhan selalu berarti perseteruan... bukan hanya perseteruan antara manusia tetapi juga perseteruan terhadap Allah". Allah adalah saingan utama orang angkuh; semangat bersaing dari keangkuhan tidak akan puas sebelum ia dimahkotai sebagai raja dalam dunianya. Keangkuhan adalah "dosa karena ingin menjadi seperti Allah". Itu sebabnya kebenaran tentang Allah yang sejati mereka tekan (Rm 1:18).
Menerima kebenaran berarti mengakui adanya Satu yang tak terhingga besarnya, yang mencelikkan keadaan kita yang sebenarnya, dan sia-sialah bersaing melawan Dia. Hati orang angkuh pasti telah menjadi gelap sehingga tidak memperoleh pengenalan yang benar akan Allah (1:21); sebaliknya Allah merupakan ancaman yang terlalu besar bagi mereka.
Dalam persaingan melawan Allah dan orang lain, diri melawan diri sendiri. Dalam usaha melebihi orang lain, dan meyakinkan diri bahwa kita lebih baik daripada mereka, kita cenderung melebih-lebihkan kepentingan kita. Tidak ada hal lain di mana kita mengkhianati diri kita sedemikian absurd dan tragis seperti saat kita berusaha memperilah diri diri sendiri. Karena itu, keangkuhan merupakan dosa manusia yang terbesar, yang mendatangkan malapetaka atas ketiga relasi diri [Allah, diri dan pihak lain].
(dari buku "Paulus dan Diri" [Surabaya: Momentum])