6. Arab Saudi
Sumber utama penganiayaan Arab Saudi adalah kelompok ekstrimis.Kerajaan di tengah padang pasir ini mengatur kota-kota suci yaituMekkah dan Madinah berdasarkan pengaruh paham Wahhabi, salah satu paham fanatik yang bertujuan untuk mengembalikan kesahan hukum-hukum agama berdasarkan sumber utama yaitu kitab suci. Awalnya, paham Wahhabi adalah sebuah gerakan pembaruan yang populer pada abad ke 18, Muhammad ibn Abd al-Wahhab (1703–1792) sebagai pencetusnya yang berasal dari Najd. Kini, pengajaran paham Wahhabi mendominasi Arab Saudi dan menetapkan bahwa agama-agama lain tidak diperbolehkan ada dan berkembang di negara itu.
Kebanyakan orang Kristen di Arab Saudi adalah para ekspatriat yang tinggal dan bekerja sementara di negara itu. Para tenaga kerja dariAsia dan Afrika yang beragama Kristen dieksploitasi, tidak digaji sesuai standar yang berlaku, dan seringkali disiksa secara fisik dan psikis oleh majikannya. Sepanjang tahun 2013, puluhan orang percaya ditangkap, ditahan, bahkan ada yang dideportasi setelah penggerebekan pertemuan ibadah secara rahasia. Hukum Syariah yang dijalankan menetapkan hukuman mati bagi siapapun yang murtad, sementara penginjilan dan pendistribusian Alkitab serta materi Kristen lainnya dilarang keras. Meski umat Kristen latar belakang M menghadapi resiko kehilangan nyawa jika ketahuan murtad, jumlah petobat baru yang datang dari latar belakang M justru kian bertambah.
7. Maladewa
Sumbeer penganiayaan terhadap umat Kristen di Maladewa adalahkelompok ekstrimis. Pemerintah Maladewa bersekutu dengan kelompok-kelompok ekstrimis untuk berusaha memusnahkan warga negara yang melanggar peraturan tentang pelarangan pindah agama. Siapa saja yang murtad akan menerima hukuman keras termasukdicabutnya status dan hak kewarganegaraan. Itulah sebabnya umat percaya di Maladewa harus merahasiakan identitas imannya, sebab gerak-gerik mereka diawasi ketat oleh pihak yang berwenang.
Orang Kristen Maladewa mengalami penganiayaan di setiap aspekkehidupan. Ada semacam kontrol sosial yang secara luas dijalankan atas setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat dengan tujuan mencegah terjadinya penyimpangan dari agama negara itu. Karena kepadatan penduduk sangat tinggi, nyaris tidak ada privasi di sana. Oleh karenanya umat Kristen harus berhati-hati dalam hal ini. Sementara itu, Pemilu Maladewa yang berlangsung tahun 2013 lalu menetapkan Abdullah Yameen dari Partai Mayoritas sebagai Presiden terpilih. Kini, di bawah pemerintahan Yameen, Maladewa semakinmenegaskan jati dirinya sebagai negara pelindung dan pembelaagama M dan nilai-nilainya.
8. Pakistan
Pakistan menempati peringkat delapan dalam WWL 2014 dengan kelompok ekstrimis dan korupsi terorganisir sebagai motor penganiayaan terhadap umat Kristen. Di negara ini, orang percaya menghadapi penganiayaan sehari-hari yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstrimis juga sekelompok massa yang mengamuk. Ada begitu banyak umat Kristen yang akhirnya memilih untuk meninggalkan negara itu, demi keamanan dan kesejahteraan mereka. Para pengamat politik di lapangan berkata, munculnya tren Talibanisasi yang kini mewabah di dalam komunitas orang-orang Pakistan menyebabkan umat Kristen semakin tertekan di dalam berbagai aspek kehidupan. Sementara itu, hukum penghujatan agama yang diberlakukan pada kelompok-kelompok minoritas, termasuk Kekristenan, kini semakin mendukakan hati umat Kristen di Pakistan.
Sikap politik Perdana Menteri Pakistan terpilih, Nawaz Sharif, yang baru saja menjabat sejak Juni 2013 lalu, terlihat sepihak dan memiliki agenda terselubung yang nampaknya ingin menyenangkan hati para kelompok ekstrimis. Bila benar demikian, tentunya umat Kristen tidak dapat berharap apa-apa dari Sharif atas ketidak-adilan yang selama ini mereka terima dalam kehidupan bermasyarakat. Pukulan yang sangat berat diterima umat Kristen Pakistan saat dua serangan bom terjadi pada 22 September 2013 di Gereja Anglikan All Saints, Peshawar, yang menewaskan 89 orang jemaat gereja. Serangan pada skala yang lebih besar juga terjadi selama Natal tahun 2012 di Iqbal Town, sepanjang bulan Maret 2013 di Badami Bagh, dan pada April 2013 di Francis koloni di Gujranwala dan Khanewal, di mana puluhan rumah dan toko dimusnahkan serta korban luka-luka banyak berjatuhan.
Wanita dan remaja putri, terutama dari kelompok minoritas, seringkali menjadi target pemerkosaan dan pelecehan seksual, dan ketika hendak melayangkan gugatan atas kasus yang menimpa mereka, pihak yang berwenang beserta seluruh penyelenggara hukum tidak melaksanakan keadilan dengan semestinya. Hingga hari ini jumlah laporan pengaduan atas tindak kekerasan seksual terhadap gadis Kristen di bawah umur oleh laki-laki M kian bertambah. Sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Katolik menyatakan, rata-rata setiap tahun ada 700 gadis Kristen yang diculik dan dipaksa menyangkal iman.
9. Iran
Iran turun satu peringkat dari posisi 8 di tahun 2013 ke posisi 9 dalam WWL 2014, dengan kelompok ekstrimis sebagai sumber penganiayaan terhadap umat Kristen. Oleh karena hukum Syariah ditetapkan sebagai sumber hukum utama, hampir semua aktivitas Kristen dianggap ilegal, terutama bila dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Persia (bahasa asli negara-negara di jazirah Arab). Umat Kristen dianggap sebagai ancaman oleh rezim pemerintah karena jumlah mereka kian bertambah. Diduga, bahkan anak-anak dari para pemimpin politik dan spiritual Iran kini mulai meningalkanagama mereka demi menjadi pengikut Kristus.
Secara umum semua orang percaya menghadapi tekanan dari pemerintah. Mereka yang datang pada Kristus dari latar belakang M dan jemaat Gereja Protestan mengalami tekanan yang lebih berat dibandingkan Gereja-gereja Ortodoks seperti Gereja Armenia dan Gereja Assyria. Gereja-gereja tradisional tersebut cenderung sedikit lebih leluasa beraktifitas, asalkan mereka tidak menggunakan bahasa Persia dalam ibadah dan tidak melakukan penginjilan kepada umat M.Hal ini tidak berarti gereja tradisional aman dari penganiayaan. Meski Kekristenan telah resmi diakui sebagai agama minoritas yang dijamin kebebasannya, berita mengenai penangkapan dan pemenjaraan hamba Tuhan maupun jemaat gereja tradisional masih kita dengar, selain kekerasan fisik, pelecehan, dan diskriminasi yang juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari umat Kristen di Iran. Setiap hari, polisi-polisi rahasia selalu berjaga-jaga dan mengawasi segala gerak-gerik gereja dan orang percaya secara ketat.
Tekanan tidak hanya datang dari pemerintah, tetapi juga dari keluarga dan masyarakat setempat. Setiap orang M yang murtad akanmenghadapi ancaman hukuman mati, dan tekanan maupun serangan terhadap komunitas Kristen terus berlanjut. Terpilihnya Hassan Rouhani dari Partai Moderat sebagai Presiden Iran pada Juni 2013lalu, memberi setitik harapan pada umat Kristen akan kebebasan beragama dan beribadah di Iran. Berbagai kebijakan dalam negeri yang telah ditetapkan Rouhani, seperti dukungannya atas kebebasan individu, terbukanya akses bebas untuk teknologi informasi, serta dibukanya kesempatan bagi kaum wanita untuk mengaktualisasi diri, menunjukkan kesan positif akan perubahan yang lebih baik di Iran.
10. Yaman
Dinamika penganiayaan di Yaman dimotori oleh kelompok ekstrimis, dan situasi tekanan di sana hampir serupa dengan yang dialami oleh umat Kristen di Arab Saudi. Memang masih terdapat beberapa gereja ekspatriat di sana, juga sedikit ruang gerak dan kebebasan bagi orang-orang asing (turis) yang datang, tetapi larangan melakukan pekabaran Injil diberlakukan secara ketat. Jika ada seseorang yang kedapatan berpindah agama, maka ia akan mendapat tekanan bahkan hukuman dari pihak yang berwenang, keluarga dan masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan konstitusi Yaman menetapkan hanya ada satu agama negara, dan Syariat diberlakukan sebagai sumber hukum dan peraturan. Akibatnya, siapapun yang ketahuan murtad akan terancam hukum pemenggalan kepala yang tak segan-segan dilakukan oleh masyarakat dan kelompok garis keras.
Umat Kristen pun tidak bisa mengadakan pertemuan ibadah dengan bebas dan terbuka, sehingga pertemuan-pertemuan itu selalu diadakan secara rahasia. Akhir-akhir ini banyak sekali diberitakan tentang pelaksanaan hukuman pemenggalan atas kasus-kasus pemurtadan di Yaman. Karena risiko inilah, banyak umat Kristen latar belakang M (MBB) terpaksa bersembunyi, bahkan melarikan diri dari negara itu. Kaum perempuan MBB berada di bawah ancaman kawin paksa jika ketahuan murtad dari agama lama mereka. Sementara itu, situasi politik di Yaman kini sangatlah kompleks. Negara ini terpecah dua, satu bagian nampaknya telah mulai dikuasai oleh kelompok garis keras yang juga dikenal sebagai teroris berbahaya, sementara bagian selatan Yaman telah mengklaim kemerdekaannya dan memisahkan diri dari Republik Yaman.
(sumber: http://www.opendoorsindonesia.org)