Pertama, sifat kekal. Injil sama sekali tidak mungkin berubah menjadi sesuatu yang tidak dibutuhkan hanya karena kemajuan zaman atau karena zaman telah berubah. Sifat kekal dan tidak berubah ini ada padanya, karena Injil adalah kehendak Allah yang telah Dia tetapkan di dalam dalam kekekalan. Injil bukanlah hasil produksi zaman; sebab itu, tidak mungkin tergeser oleh zaman.
Injil akan selalu segar, selalu baru walaupun harus melewati segala zaman. Anak Domba yang tersembelih, yang dicatat dalam Kitab Wahyu adalah Anak Domba yang disembelih sebelum dunia dijadikan untuk menyatakan bahwa Allah menebus umat pilihan-Nya melalui kematian Kristus sehingga mereka disebut sebagai Gereja. Semua itu bukan merupakan tindakan Allah yang bersifat kebetulan dalam sejarah, melainkan merupakan tindakan yang bersifat kekal.
Bagi Allah tidak ada peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba. Rencana Allah yang kekal adalah Injil. Jika kita tidak melihat sifat kekal dari Injil ini, kita pasti terbawa oleh zaman yang tidak menentu arahnya. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh memahami makna Injil, yang tidak akan tunduk terhadap zaman karena segala sesuatu yang dihasilkan oleh suatu zaman pasti akan digugurkan oleh zaman lain. Namun tidaklah demikian dengan Injil Yesus Kristus yang sumbernya adalah kekal.
bersambung...
(dari buku "Theologi Penginjilan" [Surabaya: Momentum])