Saya melihat ada tiga bentuk utama dari spiritualitas yang cacat yang sedang naik daun hari ini: tradisionalisme, legalisme dan tahyul.
Pertama, tradisionalisme. Banyak sekte dan kelompok membangun tradisi mereka di atas ucapan serta hukum-hukum manusia yang dihormati. Beberapa dari tradisi ini bisa jadi serius, dan beberapa lainnya bisa mengundang tawa, tetapi semua diterima dan dipegang dengan teguh. Selama berabad-abad, upacara keagamaan menjadi semakin lebih penting dari maksud utama yang dituju di balik upacara itu. Yesus kerap kali mempertanyakan tentang pengorbanan dan upacara keagamaan, seperti halnya para nabi Perjanjian Lama. Rasul Paulus bahkan mengatakan bahwa musuh jiwa kita senang menggunakan upacara serta ritual yang berdasarkan dusta untuk mengendalikan serta memperbudak kita dalam kesalahan (1 Kor. 10:14-22).
Kedua, legalisme. Sebagai manusia, kita mau tidak mau adalah makhluk yang religius. Kita rindu untuk menyembah bahkan menciptakan sendiri benda yang akan kita sembah. Para legalis mengatakan bahwa kalau anda melakukan aturan secara cermat, maka entah bagaimana anda akan dilindungi dari murka Tuhan. Berulangkali Yesus bertentangan dengan mereka yang hidup oleh aturan dan yang menggunakan hukum untuk menghakimi orang lain tetapi tidak pernah melihat maksud sesungguhnya di balik hukum itu. Legalisme cenderung menciptakan budaya ketakutan sambil melahirkan gaya hidup superior yang puas dengan diri sendiri.
bersambung...
(dari buku "Sang Penenun Agung" [Bandung: Pionir Jaya])