Ketika kita menyaksikan peristiwa-peristiwa tragis seperti yang telah diungkapkan, atau lebih khusus lagi, ketika kita mengalami sendiri penderitaan, kita kerap kali cenderung bertanya kepada Allah, "Mengapa?" Alasan pertanyaan kita adalah karena kita tidak melihat kebaikan apa pun bagi kita pada peristiwa itu atau kemuliaan apapun bagi Allah yang berasal dari berbagai keadaan sengsara yang menimpa kita atau orang-orang yang kita kasihi. Namun, bukankah hikmat Allah - kemuliaan Allah - [kerap kali] ditunjukkan menghasilkan kebaikan lewat malapetaka, bukan lewat berkat?
Tak diragukan lagi umat Allah hidup di tengah dunia yang tidak ramah. Kita memiliki musuh, iblis yang "berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya" (1 Petrus 5:8). Ia ingin menampi kita seperti gandum, seperti yang dilakukannya pada Petrus (lihat Lukas 22:31), atau membuat kita mengutuki Allah seperti yang ia coba lakukan pada Ayub. Allah tidak menghindarkan kita dari kehancuran karena penyakit, dukacita dan kekecewaan di dunia yang telah terkutuk karena dosa ini. Namun, Allah sanggup mencabut seluruh unsur ini - yang baik maupun yang buruk - dan memakai sepenuhnya segala sesuatu dan semua orang yang ada.
bersambung...
(dari buku "Apakah Allah Benar-Benar Memegang Kendali?" [Bandung: Pionir Jaya])