Kedua, sifat universal. Karena keselamatan Kristus berasal dari kekekalan maka kuasa keselamatan-Nya pun melampaui batas-batas geografi. "Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu baru tiba kesudahannya" (Mat. 24:14). "Jadikanlah semua bangsa murid-Ku" (Mat. 28:19). Kedua ucapan itu telah memecahkan konsep orang Yahudi yang sempit, dan menyatakan sifat universal dari Injil.
Injil sanggup menyempurnakan masyarakat/ manusia dari aspek apapun, termasuk kebudayaan, negara, atau aliran pikiran apapun. Injil juga bisa memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. Sebenarnya di dalam dunia tidak ada satu orang pun yang tidak memerlukan Injil Yesus Kristus, maka kita tidak boleh menunjukkan diskriminasi rasial tetapi seharusnya tidak memberitakan Injil dengan sikap mental yang mengasihi suku-suku mana pun yang Tuhan bebankan dalam hati kita untuk menginjilinya. Kita harus memberitakan Injil tanpa memandang bulu. Pahamilah sifat dasar Injil yang universal ini, supaya tatkala kita memberitakan Injil, kita juga memiliki jiwa universal.
Ketiga, sifat peperangan. Injil bukan merupakan suatu gerakan indoktrinasi agama, juga bukan suatu pengajaran teoretis yang rasional saja, atau pun gerakan perluasan norma-norma etika, melainkan semacam peperangan rohani yang merebut manusia keluar dari aliran hidup Adam kembali kepada Yesus Kristus berdasarkan kuasa Tuhan. Ini adalah suatu peperangan. Jika kita memegang kuat konsep ini, maka pelayanan kita tidak akan bersandar pada diri sendiri, tetapi sebaliknya bersandar pada Tuhan dengan iman yang teguh, sambil melakukan semua pelayanan dengan kebijaksanaan, strategi dan kemampuan yang berasal dari Roh Kudus.
(dari buku "Theologi Penginjilan" [Surabaya: Momentum])