Jumat, 09 Agustus 2013

John Stott: Pemimpin yang Disiplin (2)

Banyak contoh dari Alkitab yang dapat kita berikan. Musa mencari Allah dan Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya. Daud melihat kepada Allah sebagai gembalanya, terang dan keselamatannya, batu karangnya, benteng hidupnya dan dalam masa-masa sukar, ia menemukan kekuatan dalam Allah, Tuhannya. Rasul Paulus yang dibebani dengan suatu kelemahan fisik atau psikologis yang disebutnya 'duri dalam daging', mendengar Yesus berkata kepadanya: 'cukuplah kasih karuniaKu bagimu' dan belajar mengetahui bahwa tatkala ia lemah, di situlah ia kuat.

Namun teladan agung kita adalah Tuhan Yesus sendiri. Sering dikatakan orang, bahwa waktuNya selalu tersedia bagi semua orang. Itu tidak benar. Orang tidak selalu bisa menuntut perhatianNya. Ada kalanya orang banyak itu Ia suruh pergi. Ia menolak menyisihkan yang penting demi yang darurat. Secara teratur Ia menjauhkan diri dari khalayak ramai untuk sendirian bersama Allah di suatu tempat yang sepi dan memperoleh kekuatan yang baru. Lalu, menjelang saat terakhir, Ia dan para rasulNya menghadapi tes terakhir bersama-sama. Bagaimana bisa terjadi, demikianlah saya sering bertanya kepada diri sendiri, bahwa mereka meninggalkanNya dan melarikan diri sementara Ia berjalan menuju kayu salib dengan ketenangan yang begitu mendalam? Bukankah jawabnya ialah karena ia berdoa sementara mereka tidur dengan lelap?

Adakah hanya Allah yang memberi kekuatan kepada yang lemah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya. Sebab bahkan orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung. Tetapi mereka yang menanti-nantikan Tuhan dan menunggu Allah dengan sabar, akan seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah (Yes. 40:29-31). Adalah hanya mereka yang mendisiplinkan dirinya untuk mencari wajah Allah, yang dapat menjaga visinya tetap bercahaya-cahaya. Adalah hanya mereka yang hidup di hadapan salib Kristus yang api batinnya dinyalakan kembali dan takkan kunjung padam. Pemimpin-pemimpin yang merasa dirinya kuat karena mengandalkan tenaga sendiri adalah yang paling lemah dari semua orang; hanya mereka yang tahu dan mengakui kelemahan mereka, dapat menjadi kuat dengan kekuatan yang datangnya dari Kristus.

(dari buku "Isu-Isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani" [Jakarta: YK Bina Kasih, 1993])