Rabu, 27 November 2013

Pdt. Billy Kristanto: Mengapa Saat Teduh? (1)

Kita mulai dari doktrin/teologi penciptaan saja. Allah menciptakan langit dan bumi dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan-Nya (Kej. 2:3). Beda Allah Sang Pencipta dengan manusia adalah Allah berhenti pada hari ke-tujuh itu setelah mencipta selama enam hari, sementara manusia segera masuk (baca: menikmati) hari ke-tujuh itu karena dia diciptakan pada hari keenam. Apa yang bagi Allah adalah hari perhentian untuk merayakan pekerjaanNya, merupakan suatu awal bagi umat manusia.

Di sini ada struktur yang penting dari doktrin/teologi penciptaan: manusia memulai hidupnya dengan terlebih dahulu menikmati istirahat yang disediakan oleh Allah, yaitu hari di mana ia boleh datang beribadah menghadap hadirat Tuhan. Kita bukan membutuhkan istirahat setelah bekerja, melainkan bekerja setelah mendapatkan istirahat yang cukup. Struktur ini merupakan point penting dan merupakan konsep teologi anugerah sebagaimana sangat ditekankan dalam teologi Reformed. Pekerjaan atau
karya manusia haruslah merupakan suatu ekspresi keluar dari apa yang telah terlebih dahulu diterimanya dari Tuhan, yaitu kekuatan rohani yang diperolehnya pada saat ia menikmati istirahat dalam hadirat Tuhan.

Saat teduh sangat berkaitan dengan konsep hari istirahat ini. Saat teduh juga memberikan kita kekuatan untuk menghadapi hari yang akan kita lalui bersama dengan Tuhan. Ada perbedaan kekuatan rohani dari seseorang yang mengekspresikan dirinya dari suatu aliran yang keluar dari kuasa kehadiran Tuhan dalam hidupnya dengan mereka yang mengekspresikan diri juga namun dari kekuatan alamiahnya sendiri. Jenis yang terakhir ini bukannya tidak bisa bekerja banyak, bukannya tidak mungkin menjadi orang yang sangat sibuk, bukannya tidak mungkin mencapai ini dan itu, namun seringkali ada kegelisahan yang menyertainya karena aliran hidupnya bukan berasal dari minyak sukacita yang dialirkan oleh Tuhan sendiri.

(dikutip dari Bulletin Rein, MRII Berlin)