mengasihi orang lain dengan tulus, belum mirip Kristus.
Di sini kita melihat bahwa diselamatkan pun bukan hanya dimensi momen (kapan diselamatkan)
melainkan juga proses (keselamatan yang semakin teguh). Konsep yang terakhir ini khususnya banyak dipikirkan oleh theolog seperti Jean Calvin namun sayangnya banyak kaum Injili (bahkan Reformed) yang agaknya lebih berkiblat kepada teologi pertobatan Pietisme dari Halle (Francke) yang lebih
menekankan momen pertobatan. Dari perspektif teologi biblika, secara gamblang dapat dikatakan ada perbedaan penekanan dalam konsep union with Christ a la Paulus dan a la Yohanes. Paulus lebih menekankan doktrin keselamatan yang menekankan kesempurnaan korban Kristus (meskipun bukan
tanpa konsep gradual) sementara Yohanes lebih menekankan partisipasi orang percaya di dalam Kristus (meskipun bukan tanpa pemikiran kesempurnaan korban Kristus). Sayang jika kita hanya menekankan satu bagian sementara kehilangan bagian yang lain.
Karena bagi orang yang sudah diselamatkan pun masih banyak wilayah yang belum sempurna, maka Allah memberikan kita apa yang disebut dengan alat alat/saluran anugerah (means of grace). Yang dimaksud dengan alat-alat anugerah misalnya seperti doa dan sakramen. Dalam batasan yang luas kita
dapat menggolongkan saat teduh juga sebagai alat anugerah. Alat-alat anugerah ini bukanlah yang menyelamatkan kita (yang menyelamatkan kita adalah Kristus yang mati dan bangkit), namun keselamatan yang kita peroleh bukanlah tanpa alat-alat anugerah. Kita memang bukan diselamatkan oleh doa atau oleh sakramen, namun orang yang percaya bukan menghayati keselamatannya tanpa doa dan sakramen. Ada pandangan yang fatal dan keliru jika orang berpendapat bahwa mereka yang menekankan pentingnya alat-alat anugerah sedang mengaburkan keselamatan hanya oleh anugerah Tuhan. Sebaliknyalah yang benar: justru karena saya mengerti saya diselamatkan oleh anugerah Tuhan saja, maka saya dengan bebas dapat menggunakan alat-alat anugerahNya karena saya tahu bukan alat-alat itulah yang menyelamatkan melainkan anugerahNya saja.
Kita mengambil contoh sederhana saja: ketika membersihkan piring kotor kita menggunakan air yang dialirkan dari pipa. Yang membersihkan piring kotor itu tentunya adalah air dan bukan pipa. Namun pengertian bahwa airlah yang membersihkan piring kotor tidak berarti saya tidak membutuhkan pipanya. Dan ketika kita menekankan perlunya dan pentingnya pipa, tentu saja ini juga tidak berarti bahwa saya sedang menyangkali bahwa airlah yang sebenarnya membersihkan piring yang kotor. Hal yang sama juga berlaku bagi alat-alat anugerah. Melalui alat-alat/saluran anugerah itu saya memperoleh anugerah Tuhan yang olehnya (anugerah) saya diselamatkan.
Karena itu kita juga bisa menekankan pentingnya saat teduh dalam konteks alat/saluran anugerah ini. Saat teduh bukanlah yang memberkati kita, yang memberkati kita adalah kehadiran Tuhan dalam Firman-Nya yang kita peroleh melalui saat teduh itu. Dalam pemikiran Calvin, alat-alat anugerah mendapat perhatian atau penekanan yang besar. Dan tentu saja Calvin bukan menemukan pengertian ini dari dirinya sendiri melainkan dari mempelajari pergumulan orang-orang yang sebelum dia dan dari kitab suci. Saat teduh sangat berkaitan dengan konsep keselamatan karena kita tahu mereka yang
diselamatkan adalah mereka yang dipilih, yang disucikan dan dipisahkan (consecrated) bagi suatu tujuan yang mulia. Konsep konsekrasi ini juga hadir dalam saat teduh: kita memisahkan waktu dan tempat khusus bagi kehadiran Tuhan. Ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak Mahahadir dalam waktu atau
tempat yang lain, melainkan melalui saat teduh kita secara khusus menghayati kehadiran Tuhan (yang hadir dalam Firman-Nya).
Mereka yang tidak mengerti konsep kekhususan ini juga pada dasarnya tidak akan mengerti mengapa harus beribadah pada hari yang khusus dan bukan setiap hari atau sembarang hari. Mengapa beribadah di Bait Allah dan bukan pada sembarangan tempat. Mengapa orang Israel begitu terpukul pada saat
pembuangan? Mengapa tidak beribadah di sembarang tempat saja, toh Tuhan hadir di mana-mana, mengapa harus begitu susah jika tidak beribadah di Bait Allah? Jawabannya sederhana: karena mereka mengerti ada konsep kehadiran Allah secara khusus dalam Bait-Nya. Mereka yang tidak mengerti
pentingnya yang particular (kehadiran Allah secara khusus) akan sulit untuk menghayati yang universal (kemahahadiran Allah di segala tempat dan waktu).
Melalui saat teduh kita menikmati secara konkret persekutuan dengan Allah dan Kristus-Nya. Dalam doktrin keselamatan kita menekankan union with God atau union with Christ maka dalam saat teduh kita belajar untuk menghayati kesatuan dengan Allah dan dengan Kristus itu. Melalui saat teduh kita mengalami transformasi dan visi hidup yang senantiasa jelas (Markus 1:38). Kita tidak gampang diombang-ambingkan oleh tuntutan manusia (Markus 1:36-37). Yesus sendiri yang adalah Allah tetap
menyisihkan (consecrate) waktu dan tempat yang khusus (Markus 1:35). Jika Yesus yang sempurna tetap menyediakan waktu teduh di hadapan Bapa-Nya, terlebih kita manusia yang memiliki segudang kelemahan, kita jauh lebih membutuhkan saat-saat yang khusus ini untuk menghayati persekutuan
kita dengan Bapa.
(dari Bulletin Rein, MRII Berlin)