Jikalau filsafat mewakili usaha manusia yang tidak habis-habisnya mencari kebenaran, bukankah ini berarti manusia belum pernah memperoleh jawaban yang tuntas? Sedangkan agama Kristen mengajarkan kebenaran. Apakah ini berarti bahwa iman Kristen sudah mengandung jawaban kebenaran bagi dunia ini?
Selama ratusan tahun tradisi filsafat Yunani mencari kebenaran, puncaknya menuju kepada Agnostiksisme yang diwakili oleh Pilatus pada pertanyaannya pada Yesus, "Apakah kebenaran?" Tetapi Kristus dalam kerendahanNya yang paling hina, Dia memproklamirkan, "Aku adalah kebenaran". Bukankah hal ini merupakan satu kontras yang besar?
Filsafat merupakan kecintaan manusia terhadap kebijaksanaan. Inilah arti kata asli dari bahasa Yunani. Memang manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan kemungkinan menemukan kebijakan Ilahi. Itulah sebabnya, segala sesuatu yang ditemukan baik di dalam diri manusia maupun di dalam ciptaan alam semesta, semua tergolong ke dalam wilayah filsafat. Sedangkan iman merupakan reaksi manusia terhadap wahyu Allah yang dinyatakan melalui alam semesta dan Firman yang diinspirasikan. Memang manusia merupakan satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan kemungkinan untuk memberikan respons terhadap wahyu Ilahi. Itulah sebabnya, hanya melalui iman yang sejati, manusia bisa berdiri tegak untuk berbakti kepada Tuhan dan bertanggung jawab sebagai makhluk yang bermoral kepada sesamanya.
Dua sumber pengaruh yang paling besar dalam pembentukan kebudayan dunia, khususnya kebudayaan Barat adalah filsafat Yunani dan sistem iman kepercayaan Ibrani. Namun dari zaman ke zaman, titik pertemuan di dalam kedua bidang ini seolah-olah tidak mudah dipertemukan. Sistem filsafat telah memberikan sumbangsih dalam mendorong pikiran manusia yang menghasilkan penemuan dan pengertian rahasia alam. Sedangkan sistem iman Ibrani memberikan sumbangsih segi hidup yang mendalam yaitu mengagumi ciptaan Tuhan yang ajaib, sehingga membuahkan sistem ibadah dan moral. Manusia tidak mungkin terlepas dari kedua aspek hidup ini.
Pada saat kedua sistem ini mengalami ketegangan bahkan bentrokan yang besar, maka manusia seolah-olah selalu gagal di dalam mengharmoniskan kedua-duanya. Pada waktu filsafat menjadi senjata yang menyerang iman kepercayaan, bagaimanakah orang Kristen memakai kuasa agama untuk menindas filsuf dan ilmuwan, apakah pada saat itu gereja berhak mewakili kebenaran?
Kita percaya Allah adalah sumber kebenaran, sehingga tidak ada kemungkinan kebenaran di dalam iman sejati berlawanan dengan kebenaran di dalam filsafat yang sejati. Itulah sebabnya buku ini ditulis demi memaparkan kemungkinan keharmonisan antara kedua ini.
Saya sangat gembira atas terbitnya buku ini sehngga boleh mendorong kaum intelektual mengkaji ulang pertanggungjawaban kita sebagai orang Kristen. Karena iman kita berdasarkan wahyu Allah adlah kebenaran yang tidak pernah mungkin tergugurkan. Biarlah setiap pembaca boleh menemukan kembali iman yang sejati serta menikmati keharmonisannya dengan pengertian filsafat yang sejati. Amin!
Jakarta, 30 Maret 1994,
Pdt. Dr. Stephen Tong
(dari buku "Filsafat dan Iman Kristen I" [Surabaya: Momentum, 1994])