[Allah menggunakan ingatan masa lalu untuk membangunkan kerinduan masa lalu]:
Pada saat ia [pemazmur dalam Mazmur 42] berseru kepada Allah di dalam kegalauan hatinya, ia berkata, "Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah gulana". Apakah yang diingatnya? Di mata hatinya ia kembali memandang Yerusalem. Ia melihat gerombolan musafir di satu perayaan yang besar, "bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia". Ia mengingat suasananya, "dengan suara sorak-sorai dan nyanyian syukur". Ia sendiri berada di depan prosesi itu (Mzm 42:5). Semua kembali melimpah ke dirinya - bahkan ia menggunakan kata-kata yang jarang dipakai untuk melukiskan langkah-langkah pendek dan hati-hati yang perlu dilakukan di tengah-tengah kepadatan orang seperti itu, agar jangan terinjak. Ya betapa gambaran dari satu perayaan yang sangat indah.
Terekadang menengok kembali seperti itu dapat menjadi salah satu gejala kemerosotan rohani. Jika semua pengharapan, semua pengalaman manis hanya berada di masa lalu dan yang kita lakukan hanyalah mengeluh bahwa segala sesuatunya tidak seperti dulu, biasanya itu merupakan tanda-tanda kemerosotan rohani kita. Tetapi orang ini tidak demikian. Ia sedang mengingat anugerah dan kuasa dan kehadiran Allah dengan umatNya untuk suatu maksud tertentu: merangsang jiwanya untuk rindu dan menginginkannya kembali. Inilah salah satu kegunaan ingatan!
Paulus tampaknya begitu memperhatikan pertumbuhan rohani rekannya Timotius yang masih muda, sehingga ia mendorongnya untuk menggunakan ingatannya. Paulus berkata, ingatlah hari di mana kami menumpangkan tangan atas kamu. Pikirkan waktu Roh Kudus menguduskan kamu melalui pelayanan kami. Tidakkah engkau mengingat betapa Allah telah memeteraikan panggilan dan pelayananmu dengan begitu ajaib? Tidakkah engkau ingat ketika engkau menyerahkan dirimu kepada Tuhan karena kebaikanNya bagimu? Ingat waktu itu, Timotius, biarlah ingatanmu itu mendorong engkau mencari dan melayani Allahmu sekarang (lihat 2 Tim. 1:6-7; 1 Tim. 4:14).
(dari buku "Bertumbuh dalam Anugerah" [Surabaya: Momentum, 1997])