Seperti apa kerinduan mengenal Allah? Mazmur [42] mengindikasikan bahwa itu dapat merupakan hal yang menyakitkan dan sangat menganggu. Orang ini merasa tertekan. Ia menyadari bahwa ia tidak mengenal Allah seperti yang ia perlukan: "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku dan gelisah di dalam diriku?". Mungkin di hari-hari sebelumnya, ia telah mengenal kehadiran Allah yang boleh menyembuhkan dan menyegarkan kembali.
Melihat keadaan orang itu, terlalu riskan untuk mengatakan bahwa ia adalah anak yang jahat dan tidak taat - seorang yang murtad. Ia tidak menyebutkan masalah pertobatan, atau sesuatu dosa tertentu yang menjauhkan dia dari hadirat Allah. Ini bukan merupakan mazmur pengakuan dosa. Justru, dalam aspek tertentu, kebalikannyalah yang benar. Di sini orang ini justru dapat berseru, Allah adalah "Gunung Batuku" (Mzm 42:10). Ia sedang memikirkan Allah sebagia pelindung dan naungannya - bagaikan Batu Karang yang menonjol di na ia dapat bersembunyi dan berteduh, berlindung dari musuh-musuhnya. Ia mengaku, "di malam hari nyanyianNya besertaku" (Mzm 42:9). Sulit tentunya kalau kita menganggap orang itu sedang murtad.
Allah mulai mendobrak kebekuan di dasar jiwanya (Yer. 4:3; Hos. 10:12). Ia berencana untuk memberikan suatu tingkatan yang baru dalam pengalaman rohaninya. Seperti pada kehidupan biasanya, demikian pula dalam kehidupan rohani, kita tidak saja mengalami trauma kelahiran, tetapi juga perjuangan untuk bertumbuh dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya.
Tetapi bagaimana cara Allah mengerjakan satu tingkatan baru di dalam kehidupannya? Dan berkaitan dengan itu, pola pengalaman apa yang dapat kita antisipasi akan Ia kerjakan di dalam kehidupan kita, untuk membuat kita bertumbuh di dalam pengenalan akan Dia dan pengenalan akan jalan-jalanNya kepada kita?
(dari buku "Bertumbuh dalam Anugerah" [Surabaya: Momentum, 1997])