Situasi ini terus berulang sepanjang sejarah; tiap-tiap generasi mendapat pelajaran yang sama. Perginya seorang pemimpin besar membangkitkan keraguan dan ketakutan. Bagaimana keadaan jemaat Methodist nanti tanpa Wesley? Bagaimana keadaan Bala Keselamatan nanti tanpa [William] Booth? Bagaimana keadaan jemaat kita bila gembala kita pindah?
Jalan kemuliaan selalu menuju maut, namun kemuliaan yang baru akan nyata. Pemimpin besar tanpa terelakkan pasti akan direnggut oleh kematian atau penyebab lain dan rasa kehilangan akan beragam sesuai kaliber kepemimpinannya. Namun dalam meninjau kembali biasanya akan terlihat bahwa apa yang tampak sebagai tragedi ternyata merupakan yang terbaik bagi pekerjaan itu.
Baru setelah kepergiannyalah karakter dan prestasi-prestasi seorang pemimpin sepenuhnya terungkap. Setelah kematian Musa barulah Israel melihat kebesarannya dalam perspektif sejatinya. "Pentingnya kematian menyempurnakan pelajaran-pelajaran kehidupan".
Bersamaan dengan itu, kepergian seorang pemimpin menunjukan bahwa ia tidaklah sepenting yang dikira orang dalam hubungannya dengan pekerjaan Tuhan. Betapapun besarnya prestasi-prestasinya, tak seorangpun tak tergantikan. Ada saatnya ketika kontribusi istimewanya bukanlah kebutuhan saat itu. Pemimpin yang paling berbakat sekalipun memiliki berbagai kelemahan dan keterbatasan yang menjadi nyata saat seorang pengganti datang untuk memajukan pekerjaan itu.
...
Pergantian pemimpin juga memberi kesempatan bagi Tuhan untuk menunjukkan keserba-bisaanNya dalam menyesuaikan sarana dengan tujuan. Sumber-sumber dayaNya dalam pekerjaan apapun yang Ia mulai tak ada habisnya.
(dari buku "Kepemimpinan Rohani")