Pertama, di langit dan di bumi ini ada begitu banyak hal yang belum kita ketahui. Ayub dituntut ke tujuan-tujuan Allah yang tidak ia ketahui. Dalam kehidupan beriman terjadi keragu-raguan, kebingungan dan ketidakpastian yang harus kita terima sebagai rahasia Allah. "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN" (Ul. 29:29). Kita harus mengaminkan Allah mempunyai rahasia, dan menerima dari Dia karunia iman untuk berpegang padaNya dalam ketidakpastian kita. Di atas semuanya, Ayub adalah orang beriman yang agung. Semoga Allah memperdalam iman kita, termasuk pada waktu kita tidak mengerti, bahkan sewaktu kita berada dalam kegelapan.
Kedua, peringatan supaya berhati-hati dalam memberi bimbingan atau khotbah yang tidak pada tempatnya, kendati mengemukakan hal yang benar. Ketiga sahabat Ayub itu jelas kurang peka sewaktu mereka berusaha memaksa Ayub menerima dugaan dan teori mereka. Makin tegas Ayub menolak kehendak mereka, makin keras mereka terhadap Ayub. Kita tidak akan dapat menolong orang kalau kita mendekati mereka berdasarkan praduga, apalagi kalau kita memaksa mereka menelan bulat-bulat ketentuan kita. Kita harus belajar dari adegan pembukaan di tumpukan debu itu, perihal pelayanan mendampingi dan mendengarkan.
Ketiga, dengan jelas sekali diperlihatkan di pelupuk mata kita dan sangat menyentuh perasaan kita, kebenaran faktual bahwa umat Allah menderita. Hal-hal yang buruk menimpa orang baik. Kita harus belajar bahwa kita tidak boleh menilai rohani seseorang berdasarkan keadaannya atau kekayaannya. Kita harus menjaga jangan sekali-kali menyamakan berkat Allah dengan kehidupan mujur. Berkat mungkin saja diperoleh saat ditimpa penyakit. Ada penyakit maupun penderitaan yang menyembuhkan, dan persekutuan erat dengan Allah mungkin saja terjadi kendati semua kenyataan menyimpang dari yang seharusnya.
Keempat, baiklah kita ingat beda antara iman terhadap apa yang disebut Pascal sebagai "Allah para filsuf", dengan kepercayaan terhadap Allah yang hidup dan yang memperkenalkan diriNya. Berulang kali ketiga sahabat itu berusaha memaksa Ayub untuk menelan bulat-bulan pengertian logika mereka akan Allah. Karena mereka dirasuki oleh cara pikir mereka dan terjebak oleh pengertian mereka akan ganjaran - upah dan hukuman, mereka menyimpang dan tersesat pada keyakinan hukum sebab akibat yang alamiah. Iman mereka menjadi mandul, terikat pada pengertian yang salah tentang Shaddai, dan tidak berdasarkan pernyataan Yahweh, Tuhan yang hidup dan yang berjanji.
(dari buku "Ayub")