"Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?", tanya Yesus (Mat. 6:27). Jelas tidak ada seorangpun yang dapat. Tetapi apa sebenarnya yang Yesus maksudkan? Benarkah Ia sekedar ingin menyatakan bahwa "kekuatiran tidak akan membawa seseorang ke manapun?" Orang yang dangkal pengertiannya mungkin akan berkata demikian.
Tetapi apa yang Yesus maksudkan ternyata jauh lebih mendalam. Ia sedang membicarakan tentang pemeliharaan Bapa atas hidup kita; dan saat ini Ia sedang bermaksud menegaskan tentang 'hakekat hidup seorang Kristen'. "Hidupmu ada dalam tangan Bapa. Ia telah merencanakan semuanya. Ia mengetahui akhir dari segala sesuatu sejak awal keberadaan semuanya itu. Ia merencanakan setiap langkah sedemikian rupa, hingga dapat menggenapkan maksudNya bagi saudara, serta melalui saudara. Saudara akan memperoleh semua yang saudara perlukan untuk dapat menggenapkan maksud tersebut, dan bila saatnya telah tiba, saudara akan dibawa tinggal bersamaNya. Mengapa harus kuatir, bila tanganNya memegang hidup saudara? Kekuatiran saudara merupakan bukti betapa saudara tidak cukup mengenal Dia, tidak mempercayaiNya dan belum berserah kepadaNya sebagaimana seharusnya".
Saat kita hendak merampas hidup kita dari tangan Bapa, untuk kemudian menempatkannya di bawah kendali diri sendiri, saat itulah kita akan menemukan diri terhimpit oleh kekuatiran. Rahasia kelepasan dari kekuatiran adalah kelepasan dari diri kita sendiri, maupun dari rencana pribadi kita. Namun, roh seperti ini hanya dapat muncul dalam hidup kita bilamana seluruh pemikiran kita telah dipenuhi oleh suatu pemahaman bahwa Bapa mutlak dapat dipercaya dalam menyediakan segala kebutuhan kita.
Itulah sebabnya Alkitab begitu banyak membicarakan kedaulatan Allah. Di tengah kaburnya argumentasi teologis, seringkali kita kehilangan penglihatan kita mengenai hal ini. Tetapi seluruh ajaran khotbah di bukit bergantung pada fakta bahwa Allah memerintah dunia ini, bahwa jalanNya adalah sempurna dan bahwa maksudNya akan terlaksana. Permohonan doa kita yang berbunyi "jadilah kehendakMu" dan "datanglah KerajaanMu" merupakan suatu pengakuan bahwa janjiNya akan digenapiNya suatu hari kelak. Pernyataan tersebut menyatakan komitmen pribadi kita atas semua kehendakNya bagi hidup kita. Hanya mereka yang menghargai ini dapat berkata pada diri mereka sendiri bahwa "hidup kami tidak akan berakhir, sampai pekerjaan kami bagi Allah berakhir".
Allah yang juga adalah Bapa kita, itulah yang telah meletakkan batasan-batasan dalam hidup kita, yang telah mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan baik untuk kita lakukan (Ef. 2:10) dan yang telah menjanjikan apabila kita hidup seturut dengan rencanaNya, kita tidak akan berkekurangan. Setelah mengetahui hal-hal tersebut, barulah kita dapat memahami betapa tidak bergunanya kekuatiran itu, dan juga betapa pentingnya penyerahan diri kita secara total kepadaNya.
(dari buku "Khotbah di Bukit").