Kamis, 11 Oktober 2012

Belajar dari Keberadaan Seorang Anak (2)


Kelima, sebagaimana digaungkan oleh Tuhan Yesus, dari seorang anak kita belajar kebergantungan kepada Tuhan. Seorang bayi, kalau ia bisa bicara, ia akan berkata, "di luar orang tua (orang lain), aku tidak bisa berbuat apa-apa". Kita seharusnya mengatakan bahwa "di luar Tuhan, kita tidak bisa berbuat apa-apa" (Yoh. 15:5). Itulah iman sejati yakni kebergantungan total dan mutlak kepada Allah.

Keenam, sebagaimana dinyatakan dalam Mazmur 139:14: "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." Benar-benar terjadinya seorang bayi itu luar biasa. Meski kita awam secara medis, tetapi banyak hal yang luar biasa dapat kita lihat. Tuhan bisa menaruh bayi seberat 3 kilogram dalam perut seorang wanita dan sistem makanan bisa berjalan dengan baik. Sampai lahirnya lalu Tuhan langsung menyediakan ASI sehingga orang kaya atau miskin tetapi bisa hidup meski keadaan gizi berbeda-beda.

Ketujuh, seorang bayi adalah anugerah Tuhan bagi setiap keluarga. Dihadirkan oleh Tuhan dalam keluarga untuk dididik dan dibesarkan dengan cinta kasih dan keadilan dalam takut akan Tuhan. Tidak heran, Efesus 6:4 versi English Standard Version, "fathers, do not provoke your children to anger, but bring them up in the discipline and instruction of the Lord". Seorang anak bukan hiburan orang tua atau teman di kala sepi usia tua bagi kakek-nenek. Seorang anak juga bukan alat eksploitasi untuk mencapai ambisi orang tua, entah berapa hebat ambisi itu. Seorang anak dilahirkan oleh Tuhan untuk menjalankan kehendak Tuhan baginya sepanjang hidupnya. Inilah yang menjadi tugas berat bagi orang tua. Hanya dengan anugerah Tuhan maka semua ini bisa berjalan.