Kedua, orang yang dapat berdoa secara lancar belum tentu berpola pikir rohani. Sebagian orang mempunyai karunia berkhotbah secara alamiah, tetapi ini sama sekali bukan bukti kesalehan mereka. Bakat-bakat alamiah memang memperlengkapi orang percaya dalam pelayanan bagi Kristus, tetapi yang patut diuji adalah, apakah seiring dengan karunia tersebut, terdapat juga 'hormat akan Allah, kasih, kerelaan dan kerendahan hati'?
Kekhusyukan dalam berdoa pun bukan merupakan bukti bahwa doa itu timbul dari suatu pola pikir rohani. Kekhusyukan tersebut dapat bersumber dari keinginan yang sangat besar, masalah yang terlampau sulit, ataupun kefasihan lidah secara alamiah.
Tetapi bukan berarti kita harus mencurigai semua doa yang khusyuk sebagai doa palsu.
Bila suatu doa mendatangkan sukacita bagi orang-orang percaya, menyegarkan jiwa mereka, melembutkan akal budi mereka, dan meneduhkan hati mereka, maka itulah doa sejati (Mzm 36:7-9). Jika doa kita merupakan pernyataan kasih kita kepada Kristus, maka kita dapat menganggap timbul dari suatu pola pikir rohani.
Ketiga, adakalanya benar bahwa mendengarkan kesaksian hidup saudara seiman, dapat menumbuhkan iman percaya seseorang.
Jika pemikiran rohani hanya dapat dihasilkan oleh stimulasi dari luar, maka berarti pemikiran tersebut bukan bersumber dari suatu pola pikir rohani dalam diri seseorang.