Allah tinggi mengatasi kita dalam keberadaanNya, dalam KeAllahanNya. Tidak ada makhluk hidup yang memiliki esensi Ilahi yang sama dengan Dia. Jika dibandingkan dengan Allah, semua bangsa seperti setitik air dalam timba - jika ditimbang dalam neraca dengan Dia, kita hanyalah sebutir debu (Yes. 40:15). Yesaya bahkan sampai menggambarkan bangsa-bangsa sebagai "hampa dan sia-sia saja" (Yes. 40:17).
Bahkan ketika kita berusaha membandingkan keberadaan Allah, yang adalah sumber dari segala yang ada, dengan salah satu makhluk ciptaanNya, kita tidak bisa memberikan ilustrasi atau proporsi yang berarti. Satu molekul air dibandingkan dengan Samudra Pasifik tetap lebih dekat daripada ukuran perbandingan keberadaan kita dengan keberadaan Allah. Segala sesuatu yang bis akita katakan hanyalah pernyataan yang jauh dari lengkap.
Maka sangatlah luar biasa ketika Allah mendekat kepada ciptaanNya. Kita tidak bisa memahami betapa rendahnya Dia merendahkan diriNya untuk dapat mendekat pada ciptaanNya. Dan ketika Dia melangkah turun dan memeluk, bukannya raja maupun ratu, melainkan sampah masyarakat, kita jadi terdiam membisu di hadapan anugerahNya.
"Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, Yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Mahakudus namaNya: 'Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus. Tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati. Untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk'" (Yes. 57:15).
(dari buku "Melihat Kemuliaan Kristus melalui Cermin Alkitab")