Senin, 03 Desember 2012

Pdt. Stephen Tong: Rasio: Di Manakah Tempatnya? (2)



Alangkah bodohnya jika seseorang mengatakan, "Hal ini tidak dapat diterima oleh akal saya. Karena tidak masuk akal saya maka itu bukan kebenaran". Orang seperti ini telah berbuat kesalahan dengan memutlakkan rasio yang pada hakekatnya tidak mutlak. Memperluas batasan rasio menjadi tidak terbatas akan menjerumuskan diri sendiri.

Jika seseorang menjadi seorang rasionil, maka kita harus menggunakan rasio kita sebaik mungkin. Jika kita memperdewakan rasio, maka kita mengetahui bagaimanapun kita mempergunakan rasio, kita tetap ada batasnya. Di dalam kedua hal penting ini kita mencari jalan yang benar, dan di sana kita menemukannya, yaitu penaklukkan rasio kepada kebenaran.

Jika memang rasio terbatas, apakah masih ada kebenaran di luar batas tersebut? Jika memang ada, bagaimana rasio dapat bertanggung jawab untuk kebenaran yagn berada di luar batas tersebut? Di sini diperlukan penaklukkan rasio kepada kebenaran. Kebenaran lebih besar dari pada "yang mengerti kebenaran" dan "yang mengerti kebenaran" mengalami perubahan karena mengisi, memenuhi dan mencerahkannya.

Barangsiapa mengerti kebenaran, hidupnya pasti berubah dari gelap menjadi terang, dari berpandangan sempit menjadi luas, dari terikat menjadi bebas. Sesuai dengan perkataan Yesus Kristus, "Jika engkau mengenal kebenaran, kebenaran itu akan memerdekakanmu" (Yoh. 8:32). Ayat ini merupakan penghiburan agung bagi manusia yang berasio untuk menikmati hidup yang seindah mungkin. Orang yang kaya dengan uang belum tentu bebas, tetapi orang yang kaya  kebenaran, pasti bebas.

(dari buku "Iman, Rasio dan Kebenaran")