Jumat, 12 Juli 2013

Anak Bukan Beban & Sapi Perahan

Paradigma yang salah tentang anak yang lain adalah anak adalah beban dalam hidup orang tua. Banyak pasangan ingin menikah tetapi tidak siap mempunyai anak. Mereka masih mau mengejar ambisi masing-masing, baik suami atau istri. Karena itu, ketika anak lahir, langsung "dilempar" ke mertua/ orang tua. Kebetulan mereka lagi sunyi sepi sendiri, perlu "hiburan". Jadi "win-win solution". Orang tua bisa mengejar ambisi, kakek-nenek ada hiburan. Tetapi seperti biasa, "win-win solution" hanya menguntungkan 2 pihak tetapi merugikan pihak lain. Karena itu, "win-win solution" ini menguntungkan orang tua dan kakek-nenek tetapi merugikan anak dan melukai hati Tuhan.

Kalau orang tua masih mengejar ambisi, lebih baik jangan mempunyai anak. Kalau sudah mempunyai anak, nanti tidak ada waktu membimbing anak akhirnya anak tidak beres. Paling sedih adalah ketika orang tua mengejar ambisi dan akhirnya mendapatkannya, tetapi anak hancur. Hal ini paling parah terjadi pada keluarga yang suami-istri ambisius. Kalau hanya suami saja yang bekerja, masih mendingan, ada istri yang membimbing anaknya. Orang tua perlu menyediakan waktu untuk membimbing anak dalam kebenaran, dalam nasehat dan ajaran Tuhan (Ef. 6:4).

Di sisi yang lain, ada orang tua yang berambisi, bukan dirinya mengejar ambisi - karena sudah terlambat atau tidak mampu mengejar ambisi - tetapi memaksa anaknya untuk mengejar ambisi. Anak dipaksa untuk menjadi apa yang orang tua mau. Seringkali ambisi itu adalah ambisi pribadi tetapi gagal tercapai lalu dipaksakan kepada anak.

Ada orang tua yang ingin menjadi juara bulu tangkis tetapi gagal lalu anak dipaksa latihan bulu tangkis dengan keras. Anak dipaksa berlari mengelilingi lapangan bulu tangkis berpuluh kali untuk latihan fisik. Kalau anak tidak mampu malah dipukulin. Akhirnya, anak seperti ini stres dan sudah dewasa malah menjadi gila. Ada orang tua yang ini jadi polisi, tetapi gagal ujian masuk lalu anak dipaksa menjadi polisi padahal anak tidak dipanggil oleh Tuhan menjadi polisi, dan tidak mempunyai bakat talenta serta fisik sebagai polisi. Akhirnya, setelah menjadi polisi banyak membuat keonaran.

Mari kita membimbing anak sesuai dengan panggilan Tuhan, sesuai bakat talenta yang diberikan oleh Tuhan.