Bersifat universal berarti terterapkan di mana saja, meliputi apapun dan tidak meluputkan apapun. Pesan Injil dan hukum moral Allah tidak dikurung atau dibatasi oleh kondisi-kondisi budaya. Ketika Petrus berkhotbah di hadapan para pemimpin agama Yahudi, dia dipenuhi dengan Roh Kudus dan menyatakan dengan kata-kata yang jelas mengenai Yesus dari Nazaret, "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan" (Kis. 4:12).
Hal ini meliputi setiap orang dan tidak meluputkan satu orang pun. Keselamatan ditawarkan kepada semua manusia, bukan hanya kepada satu kelompok orang tertentu. Paulus lebih lanjut memperluas universalitas Injil dengan menegaskan bahwa supremasi Kristus yang telah bangkit itu "jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Dan segala sesuatu telah diletakkannya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikanNya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada" (Ef. 1:21-22).
Jangkauan otoritas Kristus tidak terbatas. Paulus memperluas hal ini dalam himne Kristologinya yang menyatakan bahwa karena Kristus Yesus meskipun "dalam rupa Allah" mengosongkan diriNya untuk datang ke dunia demi keselamatan kita, Allah Bapa "mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama". Dalam terang inilah "segala lutut bertelut" dan "segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan" (Flp. 2:6, 9-10).
Teolog Injili, Carl F. H Henry menyatakan: "Kekristenan yakin bahwa kebenaran yang rasional bisa dipahami, bisa diungkapkan dalam proposisi-proposisi yang sah, dan bisa dikomunikasikan secara universal. Kekristenan tidak mengatakan bahwa ia mengkomunikasikan makna yang hanya signifikan di dalam komunitas atau budaya tertentu saja. Kekristenan mengharapkan semau orang dari semua budaya dan bangsa untuk memahami klaim-klaimnya tentang Allah dan menegaskan bahwa manusia di manapun harus mengakui dan menerima klaim-klaim tersebut".
Bersambung...
(dari "Pudarnya Kebenaran: Membela Kekristenan Terhadap Tantangan Postmodernisme" [Surabaya: Momentum, 2003])