Pada dekade terakhir pemerintahan Manasye, pemerintahan terlama dan tersuram dalam sejarah Yehuda, lahirlah dua anak laki-laki sebagai pemberian Allah kepada bangsa yang sedang dilanda kemerosotan dan kehancuran moral itu. Pemerintahan yang berlangsung sekitar setengah abad ini diwarnai dengan maraknya kembali praktik-praktik penyembahan dewa-dewa Kanaan dan Asyur, praktik-praktik kuasa gelap, pengorbanan manusia (termasuk keluarga raja sendiri) dan sistem peradilan yang bobrok. Semua ini menjadi bahan cemoohan, sebagaimana tertulis dalam 2 Raja-Raja 21:16, "Lagipula Manasye mencurahkan darah orang yang tidak bersalah sedemikian banyak, hingga dipenuhinya Yerusalem dari ujung ke ujung..."
Kedua anak laki-laki pemberian Tuhan itu adalah Yosia yang lahir pada 648 SM dan Yeremia yang mungkin lebih muda tetapi masih sebaya. Ketika dipanggil Tuhan menjadi nabi tahun 627, Yeremia enggan menerima panggilan itu karena masih terlalu muda; dan pelayananya yang sulit selama lebih 40 tahun menunjukkan baha ia memang masih muda sewaktu menjadi nabi. Sebagai raja yang bersemangat reformasi dan nabi yang tegas, keduanya membuka peluang terbaik sekaligus harapan terakhir bagi pembaruan agar negeri itu bisa tetap sebagai kerajaan Daud.
(dari buku "Yeremia" [Jakarta: YK Bina Kasih/ OMF, 2002])