Rabu, 30 Januari 2013

John Stott: Sentralitas Yesus (2)

Ketiga, Yesus adalah inti dari Misi. Mengapa ada sebagian orang Kristen menyebrangi daratan dan lautan, benua dan budaya, sebagai misionaris? Apakah yang sesungguhnya mendorong mereka? Tujuan mereka bukanlah untuk mengabarkan tentang suatu peradaban atau lembaga, atau suatu ideologi, melainkan tentang satu pribadi, Yesus Kristus yang mereka yakini sebagai pribadi yang unik. Ini tampak sangat jelas dalam misi Kristen kepada dunia Islam. "Tujuan kami", tulis misionaris dan cendekiawan Uskup Stephen Neill, "adalah terus menyampaikan kepada kaum Muslim dengan kesabaran yang tanpa batas". "Pak, pikirkanlah tentang Yesus, kami tidak punya pesan lain... Masalahnya bukanlah bahwa kaum Muslim pernah melihat Yesus dari Nazaret dan menolak Dia; melainkan bahwa mereka tidak pernah melihatNya".

Tetapi mereka yang benar-benar melihat Yesus dan takluk kepadaNya mengakui Dia sebagai pusat pengalaman pertobatan mereka. Sebut saja misalnya Sadhu Sundar Singh. Ia lahir pada tahun 1889 di dalam sebuah keluarga Shikh yang berpengaruh di India, dia tumbuh besar dengan kebencian kepada kekristenan sebagai (menurut pandangannya) sebuah agama asing. Bahkan dia mengungkapkan permusuhannya saat berusia lima belas tahun dengan membakar sebuah kitab Injil di muka umum. Namun tiga hari sesudah itu, ia bertobat melalui sebuah penglihatan tentang Kristus, dan sekalipun masih remaja, dia memutuskan untuk menjadi seorang sadhu, seorang manusia suci dan pengkhotbah yang mengembara.

Pada suatu kesempatan Singh mengunjungi sebuah kolese Hindu dan ditegur dengan agak sengit oleh seorang dosen yang bertanya kepad adia apa yang telah ditemukannya dalam kekristenan yang tidak dimiliki dalam agamanya dahulu. "Saya memiliki Kristus", jawabnya. "Ya saya tahu" lanjt dosen itu dengan tak sabar, "tetapi prinsip atau doktrin khusus apa yang telah anda temukan yang tidak anda miliki sebelumnya?" "Hal khusus yang sudah saya temukan", jawab Singh, "adalah Kristus".

(dari buku "Kristus Yang Tiada Tara")