Pada tahun 1971, saya menyaksikan film "The Gospel According to St. Matthew, yang disutradarai pembuat film Italia, Pier Paolo Pasolini. Peredarannya bukan saja mengguncangkan lembaga keagamaan, yang nyaris tidak mengenali Yesus di layar, tapi juga masyarakat perfilman yang mengenal Pasolini sebagai homoseksual terang-terangan dan seorang Marxis.
Ironisnya, Pasolini mendedikasikan film itu pada Paus Yohanes XXIII, orang yang secara tidak langsung bertanggung jawab untuk kreasinya. Terjebak di tengah kemacetan pada kunjungan Paus ke Florence, Pasolini menginap di hotel di mana karena bosan, ia mengambil Alkitab Perjanjian Baru dari meja di sebelah tempat tidurnya dan membaca seluruh Injil Matius. Apa yang ia temukan dalam halaman-halaman itu sangat mengejutkan baginya, sampai ia memutuskan untuk membuat film tanpa skenario, hanya kata-kata asli dari Injil Matius.
Film Pasolini dengan baik menangkap cara pandang berbeda tentang Yesus yang terjadi pada tahun 1960-an. Dibuat di Italia Selatan dengan anggaran kecil, film ini memperlihatkan setting putih dan berdebu kelabu, mirip dengan lingkungan Palestina tempat Yesus hidup. Orang Farisi memakai topi tinggi dan prajurit Herodes sedikit mirip dengan pasukan Fasis.
Para murid beraksi seperti orang-orang canggung, tetapi Yesus sendiri dengan pandangan lurus dan ketajaman yang menusuk tampak tidak kenal takut. Perumpamaan dan perkataan lainnya, Ia ucapkan dengan tempo cepat tanpa menoleh, sambil terus berjalan dari satu tempat ke tempat lain.
(Diceritakan oleh Philip Yancey)