Kamis, 05 Juli 2012

John Piper: Kristus Mati Untuk Belajar Taat

Surat yang mengatakan bahwa Kristus "belajar taat" melalui penderitaan, bahwa Dia "disempurnakan" dengan penderitaan, adalah surat yang sama yang juga mengatakan bahwa Dia tidak berdosa: "sama dengan kita, Ia telah dicobai hanya tidak berbuat dosa" (Ibr. 4:15).

Ajaran ini disampaikan secara konsisten di seluruh Alkitab. Kristus tidak berdosa. Walaupun Dia adalah Anak Allah, Dia juga adalah manusia sejati, yang pernah merasakan segala pencobaan, keinginan, dan kelemahan fisik seperti yang kita rasakan. Dia pernah merasa lapar (Mat. 21:18), dan merasa marah serta sedih (Mrk. 3:5), dan merasa sakit (Mat. 17:12). Tetapi hati-Nya secara sempurna mengasihi Allah dan Dia bertindak sesuai dengan kasih tersebut: "Ia tidak berbuat dosa dan tipu tidak ada dalam mulutNya" (1 Pet. 2:22).

Oleh karena itu, ketika Alkitab mengatakan Yesus "belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya", ini bukan berarti Dia belajar untuk menghentikan ketidaktaatanNya. Makna dari ayat ini adalah bahwa di dalam setiap pencobaan, Dia belajar dalam praktek - dan di dalam kesengsaraan - apa yang dimaksud dengan menaati. Ketika Alkitab mengatakan bahwa Dia "disempurnakan... dengan penderitaan", ini bukan berarti Dia secara perlahan-lahan menghilangkan kekurangan yang ada pada diriNya. Makna ayat ini adalah bahwa Dia secara bertahap menggenapi kebenaran dan keadilan yang sempurna yang harus dimilikiNya agar bisa menyelamatkan kita.

Itulah yang dikatakanNya pada saat Dia dibaptis. Dia tidak perlu dibaptis karena Dia tidak berdosa. Tetapi Dia menjelaskan kepada Yohanes Pembaptis, "biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah" (Mat. 3:15).

Maksudnya adalah: "Jika Anak Allah bergerak dari inkarnasi kepada salib tanpa menjalani kehidupan yang penuh pencobaan dan kesengsaraan untuk menguji kebenaran dan kasihNya, maka Dia bukanlah Juruselamat yang sesuai bagi manusia". PenderitaanNya bukan hanya karena menanggung murka Allah. PenderitaanNya juga menggenapkan kemanusiaanNya dan menjadikan Dia layak memanggil kita sebagai saudara (Ibr. 2:17).