Selama kita hidup, sisa-sisa dosa yang masih ada akan tetap hidup di dalam diri kita.
Tidaklah pada tempatnya jika di sini kita memperdebatkan pendapat bodoh tentang kesempurnaan tanpa dosa dalam hidup ini. Kita harus berbicara seperti Rasul Paulus yang tidak berani berbicara seakan-akan kita "telah memperoleh hal ini atau telah sempurna" (Flp. 3:12). Kita juga mengakui kebutuhan kita untuk diperbarui di dalam manusia batiniah kita "dari sehari ke sehari" (2 Kor. 4:16).
Kita tahu bahwa kita mempunyai "tubuh maut" dan bahwa kita tidak bisa bebas darinya sampai kematian tubuh kita (Rm. 7:24; bdk. Flp. 3:21). Jadi kita mengakui bahwa sisa-sisa dosa akan tetap di dalam diri kita, sampai batas tertentu, sampai saat kita mati. Inilah sebabnya kita tidak memiliki pilihan selain menjadikan pergumulan untuk mematikan dosa sebagai pekerjaan kita sehari-hari.
Jika seseorang diperintahkan untuk membunuh seorang musuh namun dia berhenti memukul sebelum musuh itu mati, maka dia hanya merampungkan separuh dari pekerjaan tersebut (2 Kor. 7:1; Gal. 6:9; Ibr. 12:1).