Bartimeus memiliki ketajaman rohani yang luar biasa. Imannya dapat dinamakan perceptive faith; iman yang dimana ketika kita dilanda dengan kesulitan dan tantangan hidup yang luar biasa, iman kita bagaikan di atas batu karang; kita tidak kesana-kesini, terus fokus dan bersandar kepada Tuhan. Ini ialah iman yang sungguh-sungguh sejati. Ajaran-ajaran yang tidak bertanggung jawab mengajarkan bahwa apabila kita percaya kepada Kristus, hidup akan mulus dan tidak ada penderitaan. Kita harus kembali kepada gereja mula-mula; percaya Kristus berarti mati martir.
Iman Bartimeus bukan iman yang hanya ada di dalam mulut dan pikiran, namun ia terapkan dalam kehidupannya. Ia meminta Tuhan Yesus untuk membuka matanya yang buta. Mujizat orang buta dapat melihat tidak pernah terjadi sebelumnya, bahkan dalam PL. Bartimeus sedang meminta sesuatu yang paling mustahil dari segala yang mustahil.
Iman Bartimeus bukan iman yang hanya ada di dalam mulut dan pikiran, namun ia terapkan dalam kehidupannya. Ia meminta Tuhan Yesus untuk membuka matanya yang buta. Mujizat orang buta dapat melihat tidak pernah terjadi sebelumnya, bahkan dalam PL. Bartimeus sedang meminta sesuatu yang paling mustahil dari segala yang mustahil.
Ketika Saulus masih menjadi teroris, tidak mungkin ia diinjili. Mustahil untuk menginjili seorang teroris yang menganggap dirinya tidak berdosa dan sedang memuliakan nama Tuhan. Tuhan Yesus harus bertemu dengan Saulus dalam perjalanan ke Damsyik. Kehadiran Tuhan Yesus membutakan mata Saulus. Disitu ia berpikir bahwa tidak pernah dalam PL orang buta dimelekkan, karena mereka percaya bahwa gelap menuju terang hanya dapat dilakukan oleh Allah, khususnya Oknum kedua Tritunggal, yakni Yesus Kristus. Ketika Ananias berdoa dan lalu Saulus dapat melihat, disini ia percaya bahwa Yesus adalah benar-benar Allah.
Pengikut Kristus menegor Bartimeus karena ia meminta suatu hal yang sangat mustahil. Namun setelah ditegor, Bartimeus berteriak lebih kencang lagi (ayat 48). Ketika Yesus memanggilnya, ia langsung melepas jubahnya, tidak ada keraguan (ayat 49-50). Dia yakin ia dapat dimelekkan matanya yang buta. Tuhan menghentikan kotbahnya karena Ia kaget ada suatu iman yang begitu dalam dari seorang pengemis yang buta. Inilah alasan pertama Tuhan Yesus berhenti.
Alasan kedua terdapat dalam 2 Sam. 5:6-8; orang buta dan timpang tidak boleh masuk ke dalam bait Allah. Bartimeus puluhan tahun tidak dapat menginjakkan kakinya di bait Allah karena dia buta dan Yesus berbelas kasihan. Seorang komentator mengatakan bahwa di dalam Yerusalem yang lama, orang yang timpang dan buta tidak boleh masuk. Tetapi di dalam Yerusalem yang baru, mereka bisa masuk, karena Anak Daud, Yesus Kristus, menyembuhkan mata yang buta dan kaki yang timpang.
Bartimeus tidak berkata, “Berbuatlah adil! Kenapa aku buta dan yang lain tidak?”, melainkan, “Kasihanilah aku!” Kita sering kali memiliki presuposisi problem of evil. Kita merasa bahwa kita seharusnya mendapatkan yang baik. Apabila kita mendapatkan hal yang buruk, kita menganggapnya sebagai suatu masalah dan mengeluh kepada Tuhan. Bartimeus tidak memiliki presuposisi problem of evil, melainkan problem of good. Bagi dia, kita adalah manusia berdosa yang pantas mendapatkan sesuatu penderitaan. Apabila kita luput dari penderitaan, itu ialah semata-mata anugerah Tuhan. Bartimeus memiliki presuposisi teologia Reformed.
Kemudian Yesus bertanya kepada Bartimeus, "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" (ayat 51). Bartimeus menjawab, “Melekkanlah mataku yang buta ini.” Disini bisa saja setelah dibukakan matanya, Bartimeus jatuh di dalam dosa karena melihat godaan dunia. Namun tidak, iman Bartimeus begitu luar biasa justru karena ia buta dan ingin dimelekkan matanya.
Pengikut Kristus menegor Bartimeus karena ia meminta suatu hal yang sangat mustahil. Namun setelah ditegor, Bartimeus berteriak lebih kencang lagi (ayat 48). Ketika Yesus memanggilnya, ia langsung melepas jubahnya, tidak ada keraguan (ayat 49-50). Dia yakin ia dapat dimelekkan matanya yang buta. Tuhan menghentikan kotbahnya karena Ia kaget ada suatu iman yang begitu dalam dari seorang pengemis yang buta. Inilah alasan pertama Tuhan Yesus berhenti.
Alasan kedua terdapat dalam 2 Sam. 5:6-8; orang buta dan timpang tidak boleh masuk ke dalam bait Allah. Bartimeus puluhan tahun tidak dapat menginjakkan kakinya di bait Allah karena dia buta dan Yesus berbelas kasihan. Seorang komentator mengatakan bahwa di dalam Yerusalem yang lama, orang yang timpang dan buta tidak boleh masuk. Tetapi di dalam Yerusalem yang baru, mereka bisa masuk, karena Anak Daud, Yesus Kristus, menyembuhkan mata yang buta dan kaki yang timpang.
Bartimeus tidak berkata, “Berbuatlah adil! Kenapa aku buta dan yang lain tidak?”, melainkan, “Kasihanilah aku!” Kita sering kali memiliki presuposisi problem of evil. Kita merasa bahwa kita seharusnya mendapatkan yang baik. Apabila kita mendapatkan hal yang buruk, kita menganggapnya sebagai suatu masalah dan mengeluh kepada Tuhan. Bartimeus tidak memiliki presuposisi problem of evil, melainkan problem of good. Bagi dia, kita adalah manusia berdosa yang pantas mendapatkan sesuatu penderitaan. Apabila kita luput dari penderitaan, itu ialah semata-mata anugerah Tuhan. Bartimeus memiliki presuposisi teologia Reformed.
Kemudian Yesus bertanya kepada Bartimeus, "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" (ayat 51). Bartimeus menjawab, “Melekkanlah mataku yang buta ini.” Disini bisa saja setelah dibukakan matanya, Bartimeus jatuh di dalam dosa karena melihat godaan dunia. Namun tidak, iman Bartimeus begitu luar biasa justru karena ia buta dan ingin dimelekkan matanya.