Ada pelajaran yang penting yang dapat kita petik dari metafora garam dan terang dunia. Pelajaran pertama adalah "ada perbedaan fundamental antara pengikut Kristus dan orang yang bukan pengikut Kristus, antara gereja dan dunia".
Memang banyak unsur kebudayaan dunia yang kelihatannya Kristiani, namun itu hanya kulit luarnya saja. Di lain pihak, banyak pula orang yang mengaku dirinya Kristen tidak bisa dibedakan lagi dari warga masyarakat pada umumnya. Namun demikian, beda hakiki antara yang kristiani dengan yang tidak kristiani tetap ada dan berlaku. Dapat dikatakan bahwa perbedaan itu sama besarnya seperti perbedaan antara biji pasir dan biji gula pasir. Yesus mengatakan bahwa bedanya itu sama seperti beda antara terang dan gelap, antara garam dan kebusukan serta penyakit. Kita sama sekali tidak melayani Allah maupund diri sendiri, jika kita berusaha meniadakan atau memperkecil perbedaan ini.
Inilah pokok bahasan dan tema asasi Khotbah di Bukit. Khotbah yang didasarkan pada asumsi bahwa orang Kristen "adalah" lain dari yang lain, dan khotbah itu memanggil kita untuk "menjadi" lain dari yang lain. Barangkali malapetaka gereja yang terbesar sepanjang sejarahnya yang beradab-abad dan penuh kegoncangan ialah "kecenderungannya" yang tak putus-putusnya untuk "menyesuaikan" diri dengan kebudayaan yang berlaku, dan bukannya untuk mengembangkan suatu kebudayaan tandingan, suatu masyarakat yang alternatif kristiani.